28 Juli, 2013

Meninjau Kembali Masa Hidup Rasulullah



Dalam tulisannya seri ke-410, yang berjudul “Muhammad: Umur Nabi Muhammad SAW (570—632 M) Menurut Kalender Miladiyah?” di Harian Fajar, Ustadz H. Muh. Nur Abdurrahman, menulis:

Dalam buku-buku sejarah disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan dalam tahun 570 M dan wafat dalam tahun 632 M. Berarti beliau berumur 632 – 570 = 62 tahun syamsiyah“.

Namun kalau angka 62 tahun dirujukkan pada sumber informasi yang otentik sebagai sumber sejarah, maka akan terdapat perbedaan. Berdasarkan sumber sejarah, menginformasikan : Dari ‘Aisyah RA, Nabi SAW wafat ketika beliau berumur 63 (Shahih Bukhari).

Kita telah pahami, bahwa.satu tahun Syamsiyah (peredaran matahari) terdiri atas 365,2422 hari, sedangkan satu tahun qamariyah (peredaran bulan) terdiri atas 354,5 hari.

Jadi 63 tahun qamariyah jika dikonversi menjadi tahun syamsiyah, akan kita peroleh = 63 x 354,5/365,2422 = 61 tahun syamsiyah. Dengan pernyataan ini, jelas bahwa apa yang tercantum dalam buku-buku sejarah itu tidak benar.

61 tidak sama dengan 62. Alhasil catatan sejarah, masa hidup Rasulullah SAW (570—632 M) perlu ditinjau kembali.

Kalau begitu, kapan Rasulullah SAW lahir?

Untuk merevisi (570—632 M) tidaklah sederhana. Apakah perbedaan 62 – 61 = 1 tahun itu dikoreksi pada angka kelahiran beliau (570 M), lalu menjadi (571—632 M)? Ataukah pada angka wafatnya beliau (632 M), lalu menjadi (570—631 M)? Pemilihan salah satu di antara kedua alternatif itu, adalah tindakan yang ceroboh, sebab tidak ada dasarnya.

Untuk itu, kita perlu mencari data baru yang bersumber dari informasi yang otentik. Dan sekali lagi kita mengambil rujukan dari Shahih Bukhari sebagai sumber informasi sejarah yang otentik. Dari Salman RA, katanya fitrah (zaman antar nabi) antara Nabi Isa AS dengan Nabi Muhammad SAW selama 600 tahun.

Untuk dapat meluruskan kebenaran kelahiran Nabi Muhammad SAW, kita mesti tahu kapan lahirnya Nabi Isa AS. Jadi pertanyaannya, kapan Nabi Isa AS dilahirkan?

Nabi Isa AS dilahirkan tatkala bangsa Yahudi dijajah oleh imperium Romawi di bawah Kaisar Agustus (63 SM—14 M), memerintah (30 SM—14 M). Kaisar ini, yang nama aslinya Gaius Octavius, yang dikenal sebelumnya dengan nama Octavianus. Kaisar inilah yang memerintahkan supaya penduduk dalam seluruh imperium Romawi disensus untuk keperluan pajak.

Di saat sensus yang baru pertama kali diadakan oleh imperium Romawi itu, yang menjadi Gubernur Siria adalah Cyrenius Cyrinus (4 – 1 SM). Maryam melahirkan Nabi Isa AS, disaat sensus diselenggarakan, dimana ketika itu, Herodes Agung menjadi Raja Judea (37—4 SM).

Artinya Nabi Isa AS dilahirkan dalam tahun 4 SM. Karena tahun 4 SM itu merupakan tahun persekutuan antara (4—1 SM)dengan (37—4 SM).

Interval waktu antara kelahiran Nabi Isa AS dengan Nabi Muhammad SAW adalah 600 x 354,5/365,2422 = 582 tahun syamsiyah. Alhasil Nabi Muhammad SAW dilahirkan dalam tahun -4 + 582 = 578 M. Dan beliau wafat dalam tahun 578 + 61 = 639 M.

Apabila Nabi Muhammad SAW, selama 10 tahun qamariyah di Madinah, berarti ketika hijrah umur beliau = 63 – 10 = 53 tahun qamariyah = 53 x 354,5/365,2422 = 51 tahun syamsiyah. Berarti tahun hijrah terjadi dalam tahun 578 + 51 = 629 M, bukan tahun 622 M, seperti selama ini kita ketahui.


Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang Bupati Irbil, di Irak (Suriah utara) pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. ..

Peringatan maulid nabi ini oleh Salahuddin dipergunakan untuk membangkitkan semangat Ummat Islam, sebab pada waktu itu umat Islam sedang berjuang mempertahankan diri terhadap serangan-serangan dari luar melawan pasukan Kristen eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem pada Perang Salib. Sebagai strateegi besar, bahkan sebagai massapsycholoog besar, artinya orang yang mengetahui ilmu jiwa dari rakyat jelata, Salahuddin memerintahkan tiap tahun peringatilah maulid nabi.

Pada masa itu dunia Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Yang dikenal dengan nama Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Yerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi gereja, Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbasiyah di Bagdad, hanya sebagai lambang persatuan spiritual.

Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.

Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idulfitri dan Iduladha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata khalifah setuju. Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera mensosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung dan pesantren-pesantren pada peringatan maulid nabi.

Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.

Jika kita membuka lembaran sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa, perayaan maulid nabi dimanfaatkan oleh para Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan maulid nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten. (Sekatenan)

Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga, Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan maulid nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang "pengampunan" yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, "Dia mengampuni").

Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan maulid nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata gerebeg artinya "mengikuti", yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan maulid nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambu Idulfitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Iduladha).

Dari cerita sejarah diatas seharusnya kita dapat mencerdasi acara Maulid nabi yang sering diadakan pada tanggal 12 Robiul Awwal sekarang ini, Sehingga kita seharusnya sebagai Ummat muslim berani mengambil kesimpulan dari  sejarah maulid yang kami paparkan diatas.

Bila kita teliti kembali pada saat pembacaan kitab berzanzi maka akan kita dapati di sebagian syair yg di anggap sebagai salah satu shalawat yg berbunyi Allahumma shalli shalatan kamilatan wa sallim salaman tamman ala sayidina Muhammadin alladzi tanhalu bihil uqadu watanfariju bihil kurabu wa tuqdha bihil hawaiju. Atau dikenal dengan shalawt nariyah yg artinyaYa Allah limpahkanlah shalawat dan salam yg sempurna kepada junjungan kami Nabi Muhammad saw. yg karenaya ikatan belenggu terurai dan karenanya malapetaka sirna dan karenanya kebutuhan-kebutuhan terpenuhi. Bukankah itu adalah pujian yg berlebihan karena menyanjung Rasulullah saw. dengan hal-hal yang sebenarnya hanya kekuasaan Allah saja.

Itu adalah  satu contoh tentang keadaan sebagian umat yg melampaui batas dalam memuji Nabinya.Setelah itu ada masalah yg tersisa yaitu bagaimana dengan  acara-acara perayaan dan beberapa perilaku yg dilakukan oleh kebanyakan orang untuk memperingati kelahiran Nabi saw. Apakah hal tersebut termasuk perilaku yang berlebihan dan melampaui batas? Atau merupakan sesuatu hal yang baru yang diada-adakan oleh umat ini? Tentang hal itu marilah kita ikuti komentar Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin ketika beliau ditanya mengenai hukum merayakan maulid Nabi saw.

Beliau berkata Pertama malam kelahiran Nabi saw. tidak diketahui secara pasti tetapi sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa hal itu terjadi pada malam kesembilan Rabiul awal bukan pada malam kedua belas. Tetapi justru saat ini perayaan maulid dilaksanakan pada malam kedua belas yg tidak ada dasarnya dalam tinjauan sejarah. (Tuh…… tanggal 9 rabiul awal broo.. tanggal 12 robiul awwal  jadi hari kelahiran siapa tuh..)

Kedua dipandang dari sisi aqidah juga tidak ada dasarnya. Kalaulah itu syariat dari Allah tentulah dilaksanakan oleh Rosululloh Muhammad. atau disampaikan pada umat beliau. Dan kalaulah Rasulullah saw. mengerjakannya atau menyampaikan kepada umatnya mestinya amalan itu terjaga karena Allah berfirman Sesungguhnya Kami-lah yg menurunkan Alquran dan sesunggunya Kami benar-benar akan menjaganya. Qs; 15/ 9

Ketika  hal itu tidak didapati maka bisa diketahui bahwa hal itu bukanlah termasuk ajaran Islam. Dan jika bukan dari ajaran syariat Allah maka kita tidak boleh menjadikannya sebagai bentuk ibadah kepada Allah dan tidak boleh menjadikannya sebagai amalan taqarrub kepada-Nya.

Allah telah menetapkan suatu jalan yg sudah ditentukan untuk bisa sampai kepada-Nya itulah yg datang kepada Rasulullah saw.- maka bagaimana mungkin kita diperbolehkan membuat jalan sendiri yg akan menghantarkan kepada-Nya padahal kita adalah seorang hamba. Ini berarti mengambil hak Allah yaitu membuat syariat yg bukan dari-Nya dan kita masukkan ajaran itu ke dalam ajaran Allah. Maka kami katakan bila perayaan ini termasuk bagian dari kesempurnaan dien tentunya sudah ada sebelum Rasulullah  wafat. Bila tidak ada berarti hal itu tidak mungkin menjadi bagian dari kesempurnaan dien karena Allah berfirman Pada hari ini telah Kusempurnakan utk kamu diemmu dan telah kecukupkan ni’mat-Ku kepadamu dan telah Aku ridhai Islam sebagai dien mu.

Barang siapa yg menyatakan bahwa perayaan maulid adalah termasuk ajaran Islam  maka ia telah membuat hal yg baru sepeninggal Rasulullah ucapannya mengandung kedustaan dan merupakan amalan bid’ah karena Allah dan Rosulnya sendiri tidak pernah mensyariatkan hal tersebut.

Juga yang menjadi pertanyaan bagi kita semua, bukankah maulid yang sudah menjadi tradisi bagi ummat Islam khususnya di Indonesia yang jatuh setiap tanggal 12 Robiul Awwal yang selenggarakan adalah kelahiran darah dan daging, bukankah sebelum usia 40 Tahun Muhammad belum diangkat sebagai Rosul??, bukankah sebelum kerosulan Muhammad mendapat predikat Dholan (Sesat) sebagaimana Qs.93/7 (Dan dia mendapati kamu  sebagai orang yang Dholan kemudian dia memberikan petunjuk. Lantas apa bentuk  ulang tahunya (Maulidnya) Ahmad bin  abdillah itu secara syar’i?


 Pertanyan itu sudah dapat saudara jawab dengan sendirinya bila menggunakan ajaran Kitabullah dan Sunnah Rosul. Namun acara perayaan maulid sekarang sudah menjadi ajang bisnis para  penyair-penyair keledai bahkan dengan sombongya mereka memasang tarif dengan harga selangit. Lantas pelajaran apa yang mereka ambil setelah perayaan maulidnya Ahmad bin abdillah diselengarakan??.. Apakah ada efek positif  bagi hidup dan kehidupan??.. Apakah dengan setelah diadakan perayaan maulid mereka mau mentegakkan Dinullah, sebagaimana pada saat jamannya Salahuddin  Al-Ayubi?? Membakar semangat juang kaum muslimin untuk berperang.

Bila Memang Ummat yang mengaku Islam mencintai Kerosulan Muhammad, seharusnya mereka mau mengulang kembali atau menapak tilasi lagi perjuangan Muhammad Rosul dari pase ke pase dari  awal hingga terbentuknya Khilafah / daulah Islamiyah itulah sebenarnya esensi maulid  Kerosulan. Yaitu kelahiranya  seorang pemimpin untuk memperjuangkan dan mentegakkan din Islam “ AN-AQIMUDDIEN”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar