Dalam
tulisannya seri ke-410, yang berjudul “Muhammad: Umur Nabi Muhammad SAW
(570—632 M) Menurut Kalender Miladiyah?” di Harian Fajar, Ustadz H. Muh. Nur
Abdurrahman, menulis:
“Dalam
buku-buku sejarah disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan dalam tahun 570
M dan wafat dalam tahun 632 M. Berarti beliau berumur 632 – 570 = 62 tahun
syamsiyah“.
Namun
kalau angka 62 tahun dirujukkan pada sumber informasi yang otentik sebagai
sumber sejarah, maka akan terdapat perbedaan. Berdasarkan sumber sejarah,
menginformasikan : Dari ‘Aisyah RA, Nabi SAW wafat ketika beliau
berumur 63 (Shahih Bukhari).
Kita
telah pahami, bahwa.satu tahun Syamsiyah (peredaran matahari) terdiri atas
365,2422 hari, sedangkan satu tahun qamariyah (peredaran bulan) terdiri atas
354,5 hari.
Jadi
63 tahun qamariyah jika dikonversi menjadi tahun syamsiyah, akan kita peroleh =
63 x 354,5/365,2422 = 61 tahun syamsiyah. Dengan pernyataan ini, jelas bahwa
apa yang tercantum dalam buku-buku sejarah itu tidak benar.
61
tidak sama dengan 62. Alhasil catatan sejarah, masa hidup Rasulullah SAW
(570—632 M) perlu ditinjau kembali.
Kalau
begitu, kapan Rasulullah SAW lahir?
Untuk
merevisi (570—632 M) tidaklah sederhana. Apakah perbedaan 62 – 61 = 1 tahun itu
dikoreksi pada angka kelahiran beliau (570 M), lalu menjadi (571—632 M)?
Ataukah pada angka wafatnya beliau (632 M), lalu menjadi (570—631 M)? Pemilihan
salah satu di antara kedua alternatif itu, adalah tindakan yang ceroboh, sebab
tidak ada dasarnya.
Untuk
itu, kita perlu mencari data baru yang bersumber dari informasi yang otentik.
Dan sekali lagi kita mengambil rujukan dari Shahih Bukhari sebagai sumber
informasi sejarah yang otentik. Dari Salman RA, katanya fitrah
(zaman antar nabi) antara Nabi Isa AS dengan Nabi Muhammad SAW selama 600
tahun.
Untuk
dapat meluruskan kebenaran kelahiran Nabi Muhammad SAW, kita mesti tahu kapan
lahirnya Nabi Isa AS. Jadi pertanyaannya, kapan Nabi Isa AS dilahirkan?
Nabi
Isa AS dilahirkan tatkala bangsa Yahudi dijajah oleh imperium Romawi di bawah
Kaisar Agustus (63 SM—14 M), memerintah (30 SM—14 M). Kaisar ini, yang nama
aslinya Gaius Octavius, yang dikenal sebelumnya dengan nama Octavianus. Kaisar
inilah yang memerintahkan supaya penduduk dalam seluruh imperium Romawi
disensus untuk keperluan pajak.
Di
saat sensus yang baru pertama kali diadakan oleh imperium Romawi itu, yang
menjadi Gubernur Siria adalah Cyrenius Cyrinus (4 – 1 SM). Maryam
melahirkan Nabi Isa AS, disaat sensus diselenggarakan, dimana ketika itu, Herodes
Agung menjadi Raja Judea (37—4 SM).
Artinya
Nabi Isa AS dilahirkan dalam tahun 4 SM. Karena tahun 4 SM itu merupakan tahun
persekutuan antara (4—1 SM)dengan (37—4 SM).
Interval
waktu antara kelahiran Nabi Isa AS dengan Nabi Muhammad SAW adalah 600 x
354,5/365,2422 = 582 tahun syamsiyah. Alhasil Nabi Muhammad SAW
dilahirkan dalam tahun -4 + 582 = 578 M. Dan beliau wafat dalam
tahun 578 + 61 = 639 M.
Apabila
Nabi Muhammad SAW, selama 10 tahun qamariyah di Madinah, berarti ketika hijrah
umur beliau = 63 – 10 = 53 tahun qamariyah = 53 x 354,5/365,2422 = 51 tahun
syamsiyah. Berarti tahun hijrah terjadi dalam tahun 578 + 51 = 629 M, bukan
tahun 622 M, seperti selama ini kita ketahui.
Perayaan
Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi,
seorang Bupati Irbil, di Irak (Suriah utara) pada masa pemerintahan Sultan
Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya sendiri
justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. ..
Peringatan
maulid nabi ini oleh Salahuddin dipergunakan untuk membangkitkan semangat Ummat
Islam, sebab pada waktu itu umat Islam sedang berjuang mempertahankan diri
terhadap serangan-serangan dari luar melawan pasukan Kristen eropa dalam upaya
memperebutkan kota Yerusalem pada Perang Salib. Sebagai strateegi besar, bahkan
sebagai massapsycholoog besar, artinya orang yang mengetahui ilmu jiwa dari
rakyat jelata, Salahuddin memerintahkan tiap tahun peringatilah maulid nabi.
Pada
masa itu dunia Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi gelombang
dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Yang dikenal dengan nama
Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Yerusalem
dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi gereja, Umat Islam saat itu kehilangan
semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis
terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap
satu, yaitu Bani Abbasiyah di Bagdad, hanya sebagai lambang persatuan
spiritual.
Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.
Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.
Pada
mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi
peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut
ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idulfitri dan Iduladha. Akan tetapi Salahuddin
menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan
syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat
dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari
Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata khalifah setuju. Maka pada ibadah haji
bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai
penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi
kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing
segera mensosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa
mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai
hari maulid nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat
Islam.
Salah
satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan maulid nabi
yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan sayembara
penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah
mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi
tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji.
Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca
masyarakat di kampung-kampung dan pesantren-pesantren pada peringatan maulid
nabi.
Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.
Jika kita membuka lembaran sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa, perayaan maulid nabi dimanfaatkan oleh para Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan maulid nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten. (Sekatenan)
Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.
Jika kita membuka lembaran sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa, perayaan maulid nabi dimanfaatkan oleh para Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan maulid nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten. (Sekatenan)
Dua
kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan
Kalijaga, Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid
Demak pada waktu perayaan maulid nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut,
orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat
terlebih dulu memasuki pintu gerbang "pengampunan" yang disebut
gapura (dari bahasa Arab ghafura, "Dia mengampuni").
Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan maulid nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata gerebeg artinya "mengikuti", yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan maulid nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambu Idulfitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Iduladha).
Dari
cerita sejarah diatas seharusnya kita dapat mencerdasi acara Maulid nabi yang
sering diadakan pada tanggal 12 Robiul Awwal sekarang ini, Sehingga kita
seharusnya sebagai Ummat muslim berani mengambil kesimpulan dari sejarah
maulid yang kami paparkan diatas.
Bila
kita teliti kembali pada saat pembacaan kitab berzanzi maka akan kita dapati di
sebagian syair yg di anggap sebagai salah satu shalawat yg berbunyi Allahumma
shalli shalatan kamilatan wa sallim salaman tamman ala sayidina Muhammadin
alladzi tanhalu bihil uqadu watanfariju bihil kurabu wa tuqdha bihil hawaiju.
Atau dikenal dengan shalawt nariyah yg artinyaYa Allah limpahkanlah shalawat
dan salam yg sempurna kepada junjungan kami Nabi Muhammad saw. yg karenaya
ikatan belenggu terurai dan karenanya malapetaka sirna dan karenanya
kebutuhan-kebutuhan terpenuhi. Bukankah itu adalah pujian yg berlebihan karena
menyanjung Rasulullah saw. dengan hal-hal yang sebenarnya hanya kekuasaan Allah
saja.
Itu
adalah satu contoh tentang keadaan sebagian umat yg melampaui batas dalam
memuji Nabinya.Setelah itu ada masalah yg tersisa yaitu bagaimana dengan
acara-acara perayaan dan beberapa perilaku yg dilakukan oleh kebanyakan
orang untuk memperingati kelahiran Nabi saw. Apakah hal tersebut termasuk
perilaku yang berlebihan dan melampaui batas? Atau merupakan sesuatu hal yang
baru yang diada-adakan oleh umat ini? Tentang hal itu marilah kita ikuti
komentar Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin ketika beliau ditanya mengenai
hukum merayakan maulid Nabi saw.
Beliau
berkata Pertama malam kelahiran Nabi saw. tidak diketahui secara pasti tetapi
sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa hal itu terjadi pada malam kesembilan
Rabiul awal bukan pada malam kedua belas. Tetapi justru saat ini perayaan
maulid dilaksanakan pada malam kedua belas yg tidak ada dasarnya dalam tinjauan
sejarah. (Tuh…… tanggal 9 rabiul awal broo.. tanggal 12 robiul awwal jadi
hari kelahiran siapa tuh..)
Kedua
dipandang dari sisi aqidah juga tidak ada dasarnya. Kalaulah itu syariat dari
Allah tentulah dilaksanakan oleh Rosululloh Muhammad. atau disampaikan pada
umat beliau. Dan kalaulah Rasulullah saw. mengerjakannya atau menyampaikan
kepada umatnya mestinya amalan itu terjaga karena Allah berfirman Sesungguhnya
Kami-lah yg menurunkan Alquran dan sesunggunya Kami benar-benar akan menjaganya.
Qs; 15/ 9
Ketika
hal itu tidak didapati maka bisa diketahui bahwa hal itu bukanlah
termasuk ajaran Islam. Dan jika bukan dari ajaran syariat Allah maka kita tidak
boleh menjadikannya sebagai bentuk ibadah kepada Allah dan tidak boleh
menjadikannya sebagai amalan taqarrub kepada-Nya.
Allah
telah menetapkan suatu jalan yg sudah ditentukan untuk bisa sampai kepada-Nya
itulah yg datang kepada Rasulullah saw.- maka bagaimana mungkin kita
diperbolehkan membuat jalan sendiri yg akan menghantarkan kepada-Nya padahal
kita adalah seorang hamba. Ini berarti mengambil hak Allah yaitu membuat
syariat yg bukan dari-Nya dan kita masukkan ajaran itu ke dalam ajaran Allah.
Maka kami katakan bila perayaan ini termasuk bagian dari kesempurnaan dien
tentunya sudah ada sebelum Rasulullah wafat. Bila tidak ada berarti hal
itu tidak mungkin menjadi bagian dari kesempurnaan dien karena Allah berfirman
Pada hari ini telah Kusempurnakan utk kamu diemmu dan telah kecukupkan
ni’mat-Ku kepadamu dan telah Aku ridhai Islam sebagai dien mu.
Barang
siapa yg menyatakan bahwa perayaan maulid adalah termasuk ajaran Islam
maka ia telah membuat hal yg baru sepeninggal Rasulullah ucapannya
mengandung kedustaan dan merupakan amalan bid’ah karena Allah dan Rosulnya
sendiri tidak pernah mensyariatkan hal tersebut.
Juga
yang menjadi pertanyaan bagi kita semua, bukankah maulid yang sudah menjadi
tradisi bagi ummat Islam khususnya di Indonesia yang jatuh setiap tanggal 12
Robiul Awwal yang selenggarakan adalah kelahiran darah dan daging, bukankah
sebelum usia 40 Tahun Muhammad belum diangkat sebagai Rosul??, bukankah sebelum
kerosulan Muhammad mendapat predikat Dholan (Sesat) sebagaimana Qs.93/7 (Dan
dia mendapati kamu sebagai orang yang Dholan kemudian dia memberikan
petunjuk. Lantas apa bentuk ulang tahunya (Maulidnya) Ahmad bin
abdillah itu secara syar’i?
Pertanyan
itu sudah dapat saudara jawab dengan sendirinya bila menggunakan ajaran
Kitabullah dan Sunnah Rosul. Namun acara perayaan maulid sekarang sudah menjadi
ajang bisnis para penyair-penyair keledai bahkan dengan sombongya mereka
memasang tarif dengan harga selangit. Lantas pelajaran apa yang mereka ambil
setelah perayaan maulidnya Ahmad bin abdillah diselengarakan??.. Apakah ada
efek positif bagi hidup dan kehidupan??.. Apakah dengan setelah diadakan
perayaan maulid mereka mau mentegakkan Dinullah, sebagaimana pada saat jamannya
Salahuddin Al-Ayubi?? Membakar semangat juang kaum muslimin untuk
berperang.
Bila
Memang Ummat yang mengaku Islam mencintai Kerosulan Muhammad, seharusnya mereka
mau mengulang kembali atau menapak tilasi lagi perjuangan Muhammad Rosul dari
pase ke pase dari awal hingga terbentuknya Khilafah / daulah Islamiyah
itulah sebenarnya esensi maulid Kerosulan. Yaitu kelahiranya
seorang pemimpin untuk memperjuangkan dan mentegakkan din Islam “
AN-AQIMUDDIEN”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar