Aku pernah mencari siapa Engkau



Katanya Engkau ada puncak-puncak gunung sepi, kulangkahkan kakiku kesana. Ku ikuti berbagai ritual menuju penglihatan pada Engkau. Namun yang kudapati hanyalah rangkaian aroma yang sunyi tak berdentang, aku malah hampir terperosok pada budaya klenik yang tak masuk akal. Bukan itu yang kucari, aku tak mendapatkan dirimu disana. Aku yakin Engkau membenci aktifitas sepeti itu, karena di dalamnya sering mendahului bacaan kehidupan yang dasar ilmunya tidak bisa dipertanggungjawabkan, hanya dogma buta. Maka kutingalkan cara itu.

Kemudian aku mencapat informasi bahwa orang-orang alim itu bisa membimbingku kepada penemuan jati diri Mu dengan benar, karena mereka punya referensi kitab-kitab yang katanya dapat dijadikan acuan untuk berjumpa dengan Mu. Jubah mereka umumnya satu warna. Jenggot mereka panjang-panjang. Jika dekat dengan mereka, tercium aroma minyak wangi yang berasal dari negeri timur sana, walau aku sendiri kurang begitu tahan mencium baunya. Hingga aku pernah bertanya, mengapa rata-rata mereka menggunakan parfum seperti itu? Mereka menjawab karena Engkau menyukai nya, Engkau akan menghampiri orang-orang yang berparfum sebagaimana yangmereka pakai. Dalam benaku terbesit, lucu juga ya jika Engkau suka dengan parfum buatan dari timur itu, apakah engkau suka juga parfum buatan Perancis. Fikiran nakalku menyentil: Seperti lalat buah saja yang suka parfum tertentu…
Tapi aku ikuti tata cara yang diharuskan mereka untuk bertemu dengan Mu, kurendahkan diriku, aku ikut duduk bersama mereka. Ku ucapkan namamu dengan hikmat, kudengungkan sekelumit nyanyian dari etnik timur sana sambi kugoyangkan kepalaku ke kiri dan kekanan mengikuti birama dalam lagu itu.Tiba-tiba orang disebelahku kiriku menangis tersedu sedan. Ia meraung menangis sambil terus melantunkan nyanyian itu sambil terisak-isak, seolah ia sedang mengaku kesalahan langsung kepada Mu. Aku bertanya kepada orang di sebelah kananku mengapa disebelah kiriku seperti itu. Jawabannya karena Engkau menyukai orang yang memohon kepada Mu sambil menangis. Semakin banyak tetesan airmata yang ditumpahkan, maka Engkau semakin mendengar dan menjawab permohonanku. Lantas akupun bertanya kembali: Bagaimana jika aku tidak bisa menangis, karena tidak bisa menangis jika aku sendiri tidak memahami apa yang aku sedihkan? Jawabnya lagi, kalau aku tidak bisa meneteskan aimata, maka berpura-puralah menangis, niscaya Engkau pun menghitung tangisanku, karena itu bukti bahwa aku bersungguh-sungguh dalam mengajukan permohonan kepada Mu.
Semakin berkecamuk fikiranku saat itu. Apa benar Engkau suka pada sesuatu yang pura-pura? Apa Engkau akan mendengar permohonan yang tidak dipahami? Apa bedanya dengan kegiatan di puncak gunung sana yang mengucapkan: “HONG WILAHENG JOPA-JAPU PINJAL TUMANE ASU?” tanpa memahami arti dan maksudnya? Lagi pula menangis itu masalah emosi. Jika emosi dijadikan pintu untuk menggali sesuatu, maka manusia tidak akan dapat berfikir dengan normal. Pasti manusia akan menilai segala sesuatu secara subyektif, menurut perasaannya sendiri. Pola fikirnya jadi rusak dan merusak. Tabiatnyapun akan merusak kehidupan, tapi merasa memiliki obatnya dengan menggeleng-gelengkan kepala sambil mulutnya penuh dengan nyanyian dari timur tadi.
Aku sendiri tidak mengerti arti nyanyian timur, tapi tidak perlu mengerti arti dari nyanyian itu. Karena menurut orang yang berjenggot panjang itu Engkau tidak mengharuskan aku memahami arti bahasa untuk menemukan Mu. Tapi aku memerlukan penghayatan dalam mendengungkan nyanyian timur itu. Rasakan bahwa nyanyian itu dapat membimbing hatiku untuk berjumpa dengan Mu. Dan ini bicara masalah hati, sebuah sarana yang tidak dapat dibedah dengan akal manusia. Organ hati tidak dapat dilihat, tetapi dapat bekerja memandu manusia. Akupun bertanya lagi pada diriku sendiri: Lantas manusia berfikir, memahami, menganalisa, pakai apa dong? Pakai dengkul?
Dirumah kucoba buka sendiri referensi yang mereka pakai. Di dalamnya kutemukan sekelumit kalimat yang mengatakan bahwa Engkau menurunkan prinsip hidup bagi manusia untuk menjadi berkah/bermanfaat, maka manusia harus merenungkan dan memikirkan prinsip-prinsip yang Engkau ajarkan. Apalagi dalam referensi yang lain ku baca bahwa Engkau melarang manusia untuk mengikuti sesuatu yang tidak diiukuti pengetahuan dalam mengerjakannya. Lho… kalau begitu aku sudah melanggar prinsip-prinsip yang Engkau ajarkan. Begitu pula orang-orang yang duduk bersama mencapai puluhan bahkan ratusan orang itu, mereka sedang melanggar sebuah prinsip yang Engkau ajarkan. Pasti ketenangan yang mereka dapatkan bernilai semu dan mudah dipatahkan.
Ah… tidak masuk akalku jika Engkau akan suka akan parfum etnik tertentu, tak masuk dalam pemikiranku jika Engkau suka dibohongi dengan tangisan palsu. Tak termakan olehku jika Engkau mengajarkan prinsip hidup untuk dipakai manusia tetapi yang diajarkan memperlakukannya layaknya jampi-jampi digunung sana.
Engkau pasti tidak ada disana, Aku yakin Engkau tak sudi menjejakan kharismamu pada orang hipokrit. Dan pasti Engkau membenci mereka yang mulutnya basah dengan pujian dan nyanyian tetapi tabiatnya merusak kehidupan, melanggar rambu-rambu yang Engkau buat disebabkan ketidakpahaman akan prinsip hidup yang diajarkan oleh orang-orang yang nyaman dalam kesombongan spiritual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar