11 April, 2013

Permusuhan Yahudi Terhadap Islam Dalam Sejarah



Permusuhan Yahudi terhadap Islam sudah terkenal dan ada sejak dahulu kala. Dimulai sejak dakwah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan mungkin juga sebelumnya bahkan sebelum kelahiran beliau. Hal ini mereka lakukan karena khawatir dari pengaruh dakwah islam yang akan menghancurkan impian dan rencana mereka. Namun dewasa ini banyak usaha menciptakan opini bahwa permusuhan yahudi dan islam hanyalah sekedar perebutan tanah dan perbatasan Palestina dan wilayah sekitarnya, bukan permasalahan agama dan sejarah kelam permusuhan yang mengakar dalam diri mereka terhadap agama yang mulia ini.

Padahal pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan eksistensi, bukan persengkataan perbatasan. Musuh-musuh islam dan para pengikutnya yang bodoh terus berupaya membentuk opini bahwa hakekat pertarungan dengan Yahudi adalah sebatas pertarungan memperebutkan wilayah, persoalan pengungsi dan persoalan air. Dan bahwa persengketaan ini bisa berakhir dengan (diciptakannya suasana) hidup berdampingan secara damai, saling tukar pengungsi, perbaikan tingkat hidup masing-masing, penempatan wilayah tinggal mereka secara terpisah-pisah dan mendirikan sebuah Negara sekuler kecil yang lemah dibawah tekanan ujung-ujung tombak zionisme, yang kesemua itu (justeru) menjadi pagar-pagar pengaman bagi Negara zionis. Mereka semua tidak mengerti bahwa pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan lama semenjak berdirinya Negara islam diMadinah dibawah kepemimpinan utusan Allah bagi alam semesta yaitu Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam.

Demikianlah permusuhan dan usaha mereka merusak Islam sejak berdirinya Negara islam bahkan sejak Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hijrah ke Madinah sampai saat ini dan akan berlanjut terus. Walaupun tidak tertutup kemungkinan mereka punya usaha dan upaya memberantas islam sejak kelahiran beliau n . hal ini dapat dilihat dalam pernyataan pendeta Buhairoh terhadap Abu Thalib dalam perjalanan dagang bersama beliau diwaktu kecil. Allah Ta’ala telah jelas-jelas menerangkan permusuhan Yahudi dalam firmanNya:

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (Qs. 5:82)

Melihat demikian panjangnya sejarah dan banyaknya bentuk permusuhan Yahudi terhadap Islam dan Negara Islam, maka kami ringkas dalam 3 marhalah;

Marhalah pertama:
Upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah Islam di masa awal perkembangan dakwah islam dan cara mereka dalam hal ini
.

Diantara upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah Islam di masa-masa awal perkembangannya adalah:
1.            Pemboikotan (embargo) Ekonomi: Kaum muslimin ketika awal perkembangan islam di Madinah sangat lemah perekonomiannya. Kaum muhajirin datang ke Madinah tidak membawa harta mereka dan kaum Anshor yang menolong mereka pun bukanlah pemegang perekonomian Madinah. Oleh karena itu Yahudi menggunakan kesempatan ini untuk menjauhkan kaum muslimin dari agama mereka dan melakukan embargo ekonomi. Para pemimpin Yahudi enggan membantu perekonomian kaum muslimin dan ini terjadi ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengutus Abu Bakar menemui para pemimpin Yahudi untuk meminjam dari mereka harta yang digunakan untuk membantu urusan beliau dan berwasiat untuk tidak berkata kasar dan tidak menyakiti mereka bila mereka tidak memberinya. Ketika Abu Bakar masuk Bait Al Midras (tempat ibadah mereka) mendapati mereka sedang berkumpul dipimpin oleh Fanhaash –tokoh besar bani Qainuqa’- yang merupakan salah satu ulama besar mereka didampingi seorang pendeta yahudi bernama Asy-ya’. Setelah Abu Bakar menyampaikan apa yang dibawanya dan memberikan surat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam kepadanya. Maka ia membaca sampai habis dan berkata: Robb kalian butuh kami bantu! Tidak hanya sampai disini saja, bahkan merekapun enggan menunaikan kewajiban yang harus mereka bayar, seperti hutang, jual beli dan amanah kepada kaum muslimin. Berdalih bahwa hutang, jual beli dan amanah tersebut adanya sebelum islam dan masuknya mereka dalam islam menghapus itu semua. Oleh karena itu Allah berfirman:Di antara Ahli Kitab ada orang yang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaranmereka mengatakan:”Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Qs. 3:75)
2.            Membangkitkan fitnah dan kebencian: Yahudi dalam upaya menghalangi dakwah islam menggunakan upaya menciptakan fitnah dan kebencian antar sesama kaum muslimin yang pernah ada di hati penduduk Madinah dari Aus dan Khodzraj pada masa jahiliyah. Sebagian orang yang baru masuk islam menerima ajakan Yahudi, namun dapat dipadamkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam . diantaranya adalah kisah yang dibawakan Ibnu Hisyam dalam Siroh Ibnu Hisyam (2/588) ringkas kisahnya: Seorang Yahudi bernama Syaas bin Qais mengutus seorang pemuda Yahudi untuk duduk dan bermajlis bareng dengan kaum Anshor, kemudian mengingatkan mereka tentang kejadian perang Bu’ats hingga terjadi pertengkaran dan mereka keluar membawa senjata-senjata masing-masing. Lalu hal ini sampai pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. maka beliau shallallahu ’alaihi wa sallamsegera  berangkat  bersama para sahabat muhajirin menemui mereka dan bersabda: يَا مَعْشَر المُسْلِمِيْنَ اللهَ اللهَ أَبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وَ أَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ بَعْدَ أَنْ هَدَاكُمُ اللهُ لِلإِسْلاَمِ وَ أَكْرَمَكُمْ بِهِ وَ قَطَعَ بِهِ أَمْرَ الْجَاهِلِيَّةِ وَاسْتَنْقَذَكُمْ بِهِ مِنَ الْكُفْرِ وَ أَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ “Wahai kaum muslimin alangkah keterlaluannya kalian, apakah (kalian mengangkat) dakwah jahiliyah padahal aku ada diantara kalian setelah Allah tunjuki kalian kepada Islam dan muliakan kalian, memutus perkara Jahiliyah dan menyelamatkan kalian dari kekufuran dengan Islam serta menyatukan hati-hati kalian.” Lalu mereka sadar ini adalah godaan syetan dan tipu daya musuh mereka, sehingga mereka mengangis dan saling rangkul antara Aus dan Khodzroj. Lalu mereka pergi bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallamdengan patuh dan taat yang penuh. Lalu Allah turunkan firmanNya: Katakanlah: ”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha Menyaksikan apa yang kamu kerjakan. Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan.” Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (Qs. 3:99)
3.            Menyebarkan keraguan pada diri kaum muslimin: Orang Yahudi berusaha memasukkan keraguan di hati kaum muslimin yang masih lemah imannya dengan melontarkan syubhat-syubhat yang dapat menggoyahkan kepercayaan mereka terhadap islam. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya: Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu’min) kembali (kepada kekafiran). (Qs. 3:72). Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dengan pernyataan: Ini adalah tipu daya yang mereka inginkan untuk merancukan perkara agama islam kepada orang-orang yang lemah imannya. Mereka sepakat menampakkan keimanan di pagi hari (permulaan siang) dan sholat subuh bersama kaum muslimin. Lalu ketika diakhir siang hari (sore hari) mereka murtad dari agama Islam agar orang-orang bodoh menyatakan bahwa mereka keluat tidak lain karena adanya kekurangan dan aib dalam agama kaum muslimin.
4.            Memata-matai kaum MusliminIbnu Hisyam menjelaskan adanya sejumlah orang Yahudi yang memeluk Islam untuk memata-matai kaum muslimin dan menukilkan berita Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan yang ingin beliau lakukan kepada orang Yahudi dan kaum musyrikin, diantaranya: Sa’ad bin Hanief, Zaid bin Al Lishthi, Nu’maan bin Aufa bin Amru dan Utsmaan bin Aufa serta Rafi’ bin Huraimila’. Untuk menghancurkan tipu daya ini Allah berfirman:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata:”Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka):”Marilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Qs. 3:118-119)
5.            Usaha memfitnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallamOrang Yahudi tidak pernah henti berusaha memfitnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,diantaranya adalah kisah yang disampaikan Ibnu Ishaaq bahwa beliau berkata: Ka’ab bin Asad, Ibnu Shaluba, Abdullah bin Shurie dan Syaas bin Qais saling berembuk dan menghasilkan keputusan berangkat menemui Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam untuk memfitnah agama beliau. Lalu mereka menemui Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata: Wahai Muhammad engkau telah tahu kami adalah ulama dan tokoh terhormat serta pemimpin besar Yahudi, Apabila kami mengikutimu maka seluruh Yahudi akan ikut dan tidak akan menyelisihi kami. Sungguh antara kami dan sebagian kaum kami terjadi persengketaan. Apakah boleh kami berhukum kepadamu lalu engkau adili dengan memenangkan kami atas mereka? Maka Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam enggan menerimanya. Lalu turunlah firman Allah: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Qs. 5:49)
Semua usaha mereka ini gagal total dihadapan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan Allah membalas makar mereka ini dengan menimpakan kepada mereka kerendahan dan kehinaan.


Marhalah kedua:
Masa perang senjata antara Yahudi dan Muslimin di zaman Rasulullah shallallahu ’alaihi wa salla
m.
Orang Yahudi tidak cukup hanya membuat keonaran dan fitnah kepada kaum muslimin semata bahkan merekapun menampakkan diri bergabung dengan kaum musyrikin dengan menyatakan permusuhan yang terang-terangan terhadap islam dan kaum muslimin. Namun Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tetap menunggu sampai mereka melanggar dan membatalkan perjanjian yang pernah dibuat diMadinah. Ketika mereka melanggar perjanjian tersebut barulah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan tindakan militer untuk menghadapi mereka dan mengambil beberapa keputusan untuk memberikan pelajaran kepada mereka. Diantara keputusan penting tersebut adalah:
1.            Pengusiran Bani Qainuqa’
2.            Pengusiran bani Al Nadhir
3.            Perang Bani Quraidzoh
4.            Penaklukan kota Khaibar
Setelah terjadinya hal tersebut maka orang Yahudi terusir dari jazirah Arab.


Marhalah ketiga:
Tipu daya dan makar mereka terhadap islam setelah wafat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.

Orang Yahudi memandang tidak mungkin melawan Islam dan kaum muslimin selama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam masih hidup. Ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam wafat, orang Yahudi melihat adanya kesempatan untuk membuat makar kembali terhadap Islam dan muslimin. Mereka mulai merencanakan dan menjalankan tipu daya mereka untuk memalingkan kaum muslimin dari agamanya. Namun tentunya mereka lakukan dengan lebih baik dan teliti dibanding sebelumnya. Sebagian target mereka telah terwujud dengan beberapa sebab diantaranya:
a.           Kaum muslimin kehilangan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
b.           Orang Yahudi dapat mengambil pelajaran dan pengalaman dari usaha-usaha mereka terdahulu sehingga dapat menambah hebat makar dan tipu daya mereka.
c.            Masuknya sebagian orang Yahudi ke dalam Islam dengan tujuan memata-matai kaum muslimin dan merusak mereka dari dalam tubuh kaum muslimin.
Memang berbicara tentang tipu daya dan makar Yahudi kepada kaum Muslimin sejak wafat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hingga kini membutuhkan pembahasan yang panjang sekali. Namun rasanya cukup memberikan 3 contoh kejadian besar dalam sejarah Islam untuk mengungkapkan permasalahan ini. Yaitu:
1.            Fitnah pembunuhan khalifah UtsmanIni adalah awal keberhasilan Yahudi dalam menyusup dan merusak Islam dan kaum muslimin. Tokoh yahudi yang bertanggung jawab terjadinya peristiwa ini adalah Abdullah bin Saba’ yang dikenal dengan Ibnu Sauda’. Kisahnya cukup masyhur dan ditulis dalam kitab-kitab sejarah Islam.
2.            Fitnah Maimun Al Qadaah dan perkembangan sekte Bathiniyah. Keberhasilan Abdullah bin Saba’ membuat fitnah di kalangan kaum Muslimin dan mengajarkan saba’isme membuat orang Yahudi semakin berani. Sehingga belum habis fitnah Sabaiyah mereka sudah memunculkan tipu daya baru yang dipimpin seorang Yahudi bernama Maimun bin Dieshaan Al Qadaah dengan membuat sekte Batiniyah di Kufah tahun 276 H. Imam Al Baghdadi menceritakan: Diatara orang yang membangun sekte Bathiniyah adalah Maimun bin Dieshaan yang dikenal dengan Al Qadaah seorang maula bagi Ja’far bin Muhammad Al Shodiq yang berasal dari daerah Al Ahwaaz dan Muhammad bin Al Husein yang dikenal dengan Dandaan. Mereka berkumpul bersama Maimun Al Qadah di penjara Iraaq lalu membangun sekte Bathiniyah.Tipu daya Yahudi ini terus berjalan dalam bentuk yang beraneka ragam sehingga sekte ini berkembang menjadi banyak sekali sektenya dalam kaum muslimin, sampai-sampai menghalalkan pernikahan sesama mahrom dan hilangnya kewajiban syariat pada seseorang.
3.            Penghancuran kekhilafahan Turki Utsmani ditangan gerakan Masoniyah dan akibat yang ditimbulkan berupa perpecahan kaum muslimin.Orang Yahudi mengetahui sumber kekuatan kaum muslimin adaalh bersatunya mereka dibawah satu kepemimpinan dalam naungan kekhilafahan Islamiyah. Oleh karena mereka segera berusaha keras meruntuhkan kekhilafahan yang ada sejak zaman Khulafa’ Rasyidin sampai berhasil menghapus dan meruntuhkan negara Turki Utsmaniyah. Orang Yahudi memulai konspirasinya dalam meruntuhkan Negara Turki Utsmaniyah pada masa sultan Murad kedua (tahun 834-855H) dan setelah beliau pada masa sultan Muhammad Al Faatih (tahun 855-886H) yang meningal diracun oleh Thobib beliau seorang Yahudi bernama Ya’qub Basya. Demikian juga berhasil membunuh Sultan Sulaiman Al Qanuni (tahun 926-974H) dan para cucunya yang diatur oleh seorang Yahudi bernama Nurbaanu. Konspirasi Yahudi ini terus berlangsung di masa kekhilafahan Utsmaniyah lebih dari 400 tahunan hingga runtuhnya di tangan Mushthofa Ataturk.
Orang Yahudi dalam menjalankan rencana tipu daya mereka menggunakan kekuatan berikut ini:
1.            Yahudi Al Dunamah. Diantara tokohnya adalah Madhaat Basya dan Mushthofa Kamal Ataturk yang memiliki peran besar dan penting dalam penghancuran kekhilafahan Utsmaniyah.
2.            Salibis Eropa yang sangat membenci islam dan kaum muslimin dengan melakukan perjanjian kerjasama dengan beberapa Negara eropa yaitu Bulgaria, Rumania, Namsa, Prancis, Rusia, Yunani dan Italia.
3.            Organisasi bawah tanah/rahasia, khususnya Masoniyah yang terus berusaha merealisasikan tujuan dan target Zionis.
Usaha-usaha Musthofa Kamal Basya Ataturk dalam menghancurkan kekhilafahan setelah berhasil menyingkirkan sultan Abdulhamid kedua adalah:
a.           Pada awal November 1922 M ia menghapus kesultanan dan membiarkan kekhilafahan
b.           Pada tanggal 18 November 1922M ia mencopot Wahieduddin Muhammad keenam dari kekhilafahan.
c.            Pada Agustus 1923 M ia mendirikan Hizb Al Sya’b Al Jumhuriah (Partai Rakyat Republik) dengan tokoh-tokoh pentingnya kebanyakan dari Yahudi Al Dunamah dan Masoniyah.
d.           Pada tanggal 20 oktober 1923 M Republik Turki diresmikan dan Al Jum’iyah Al Wathoniyah (Organisasi nasional) memilih Musthofa Kamal sebagai presiden Turki.
e.           Pada tanggal 2 Maret 1924 M Kekhilafahan dihapus total.
Demikianlah sempurna sudah keinginan orang-orang Yahudi untuk menjadikan kekhilafahan sebagai Negara sekuler yang dipimpin seorang Yahudi yang berkedok muslim.
Mudah-mudahan ringkas sejarah permusuhan Yahudi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi pelajaran bagi kaum muslimin.




Selasa, 21 Desember 2010
Pernikahan Beda Agama
Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Seringkali kita lihat di tengah masyarakat apalagi di kalangan orang berkecukupan dan kalangan selebriti terjadi pernikahan beda agama, entah si pria yang muslim menikah dengan wanita non muslim (nashrani, yahudi, atau agama lainnya) atau barangkali si wanita yang muslim menikah dengan pria non muslim. Namun kadang kita hanya mengikuti pemahaman sebagian orang yang sangat mengagungkan perbedaan agama (pemahaman liberal). Tak sedikit yang terpengaruh dengan pemahaman liberal semacam itu, yang mengagungkan kebebasan, yang pemahamannya benar-benar jauh dari Islam. Paham liberal menganut keyakinan perbedaan agama dalam pernikahan tidaklah jadi masalah.

Namun bagaimana sebenarnya menurut pandangan Islam yang benar mengenai status pernikahan beda agama? Terutama yang nanti akan kami tinjau adalah pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non muslim. Karena ini sebenarnya yang jadi masalah besar. Semoga bahasan singkat ini bermanfaat.


Pernikahan Wanita Muslimah dan Pria Non Muslim

Tentang status pernikahan wanita muslimah dan pria non muslim disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. (QS. Al Mumtahanah: 10)

Pendalilan dari ayat ini dapat kita lihat pada dua bagian. Bagian pertama pada ayat,
فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ

Janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada suami mereka yang kafir

Bagian kedua pada ayat,
لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ

Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu

Dari dua sisi ini, sangat jelas bahwa tidak boleh wanita muslim menikah dengan pria non muslim (agama apa pun itu).[1]

Ayat ini sungguh meruntuhkan argumen orang-orang liberal yang menghalalkan pernikahan semacam itu. Firman Allah tentu saja kita mesti junjung tinggi daripada mengikuti pemahaman mereka (kaum liberal) yang dangkal dan jauh dari pemahaman Islam yang benar.


Penjelasan Ulama Islam Tentang Pernikahan Wanita Muslimah dengan Pria Non Muslim

Para ulama telah menjelaskan tidak bolehnya wanita muslimah menikah dengan pria non muslim berdasarkan pemahaman ayat di atas (surat Al Mumtahanah ayat 10), bahkan hal ini telah menjadi ijma’ (kesepakatan) para ulama.

Al Qurthubi rahimahullah mengatakan,
وأجمعت الامة على أن المشرك لا يطأ المؤمنة بوجه، لما في ذلك من الغضاضة على الاسلام.
“Para ulama kaum muslimin telah sepakat tidak bolehnya pria musyrik (non muslim) menikahi (menyetubuhi) wanita muslimah apa pun alasannya. Karena hal ini sama saja merendahkan martabat Islam.”[2]
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,
هذه الآية هي التي حَرّمَت المسلمات على المشركين
“Ayat ini (surat Al Mumtahanah ayat 10) menunjukkan haramnya wanita muslimah menikah dengan laki-laki musyrik (non muslim)”.[3]

Asy Syaukani rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan,
وفيه دليل على أن المؤمنة لا تحلّ لكافر ، وأن إسلام المرأة يوجب فرقتها من زوجها لا مجرّد هجرتها

“Ayat ini (surat Al Mumtahanah ayat 10) merupakan dalil bahwa wanita muslimah tidaklah halal bagi orang kafir (non muslim). Keislaman wanita tersebut mengharuskan ia untuk berpisah dari suaminya dan tidak hanya berpindah tempat (hijrah)”.[4]

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatkan,
وكما أن المسلمة لا تحل للكافر، فكذلك الكافرة لا تحل للمسلم أن يمسكها ما دامت على كفرها، غير أهل الكتاب،

“Sebagaimana wanita muslimah tidak halal bagi laki-laki kafir, begitu pula wanita kafir tidak halal bagi laki-laki muslim untuk menahannya dalam kekafirannya, kecuali diizinkan wanita ahli kitab (dinikahkan dengan pria muslim).”[5]

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Orang kafir (non muslim) tidaklah halal menikahi wanita muslimah. Hal ini berdasarkan nash (dalil tegas) dan ijma’ (kesepakatan ulama). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.”

Wanita muslimah sama sekali tidak halal bagi orang kafir (non muslim) sebagaimana disebutkan sebelumnya, meskipun kafirnya adalah kafir tulen (bukan orang yang murtad dari Islam). Oleh karena itu, jika ada wanita muslimah menikah dengan pria non muslim, maka nikahnya batil (tidak sah).[6]

Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim hafizhohullah dalam Kitab Adhwaul Bayan (yang di mana beliau menyempurnakan tulisan gurunya , Syaikh Asy Syinqithi), memberi alasan kenapa wanita muslimah tidak dibolehkan menikahi pria non muslim, namun dibolehkan jika pria muslim menikahi wanita ahli kitab. Di antara alasan yang beliau kemukakan: Islam itu tinggi dan tidak mungkin ditundukkan agama yang lain. Sedangkan keluarga tentu saja dipimpin oleh laki-laki. Sehingga suami pun bisa memberi pengaruh agama kepada si istri. Begitu pula anak-anak kelak harus mengikuti ayahnya dalam hal agama.[7]  Dengan alasan inilah wanita muslimah tidak boleh menikah dengan pria non muslim.


Pernikahan Pria Muslim dengan Wanita Ahli Kitab

Diperbolehkan pria muslim menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) selama wanita tersebut adalah wanita yang selalu menjaga kehormatannya serta tidak merusak agama si suami dan anak-anaknya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.” (QS. Al Maidah: 5).
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Wanita ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) boleh dinikahi oleh laki-laki muslim berdasarkan ayat ini.”[8]

Yang dimaksud di sini, seorang pria muslim dibolehkan menikahi wanita ahli kitab, namun bukan wajib dan bukan sunnah, cuma dibolehkan saja. Dan sebaik-baik wanita yang dinikahi oleh pria muslim tetaplah seorang wanita muslimah. Wanita ahli kitab di sini yang dimaksud adalah wanita Yahudi dan Nashrani. Agama Yahudi dan Nashrani dari dahulu dan sekarang dimaksudkan untuk golongan yang sama dan sama sejak dahulu (di masa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam), yaitu wahyu mereka telah menyimpang.

Catatan penting di sini, jika memang laki-laki muslim boleh menikah dengan wanita ahli kitab, maka pernikahan tentu saja bukan di gereja. Dan juga ketika memiliki anak, anak bukanlah diberi kebebasan memilih agama. Anak harus mengikuti agama ayahnya yaitu Islam. Lihat keterangan dari Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim di atas.

Sedangkan selain ahli kitab (seperti Hindu, Budha, Konghucu) yang disebut wanita musyrik haram untuk dinikahi. Hal ini berdasarkan kesepakatan para fuqoha. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَلاَ تَنكِحُواْ الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS. Al Baqarah: 221)[9]

Menurut para ulama, laki-laki muslim sama sekali tidak boleh menikahi wanita yang murtad meskipun ia masuk agama Nashrani atau Yahudi kecuali jika wanita tersebut mau masuk kembali pada Islam.[10]

Demikian sajian singkat dari kami. Semoga semakin memberikan pencerahan kepada kekeliruan pemahaman yang selama ini terjadi di kalangan awam dan kaum muslimin secara umum.
Hanya Allah yang beri taufik.

Selamat Natal, Bolehkah? (Sanggahan untuk al Qardhawi)
Bantahan untuk al Qardhawi yang membolehkan ucapan selamat hari raya kepada orang kafir
Oleh Syeikh Abdullah bin Umar al Adni

بسم الله الرحمن الرحيم
مقدمة
الحمد لله الذي جعل في كل زمان فترة من الرسل بقايا من أهل العلم يدعون من ضلَّ إلى الهدى ويصبرون منهم على الأذى , يحيون بكتاب الله الموتى ويبصّرون بنور الله أهل العمى فكم من قتيلٍ لإبليس قد أحيوه وكم ضالٍّ تائه قد هدوه فما أحسن أثرهم على الناس وأقبح أثر الناس عليهم كما قال تعالى {وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ * إِن تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي مَن يُضِلُّ وَمَا لَهُم مِّن نَّاصِرِينَ} (36-37) سورة النحل

Segala puji itu hanya menjadi hak Allah. Dialah zat yang memunculkan para ulama yang masih saja tersisa di setiap zaman yang kekosongan rasul. Para ulama tersebut mendakwahi orang yang tersesat kepada hidayah dan mereka bersabar atas berbagai gangguan. Mereka hidupkan dengan kitab Allah orang-orang yang hatinya sudah mati. Mereka perlihatkan cahaya Allah kepada orang yang buta mata hatinya. Betapa banyak korban Iblis yang berhasil mereka selamatkan. Berapa banyak orang yang tersesat dan bingung berhasil mereka tunjuki jalan yang benar. Betapa bagus pengaruh mereka di tengah-tengah manusia dan betapa jelek balasan manusia terhadap mereka.
Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong” (QS al Nahl:36-37).

ينفون عن كتاب الله تحريف الغالين وانتحال المبطلين وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم خير من دعا إلى الهدى وردَّ الباطل والردى القائل { يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تحريف الغالين وانتحال المبطلين وتأويل الجاهلين } “حديث حسن ذكره الخطيب في (شرف أصحاب الحديث) عن جماعة من الصحابة

Para ulamalah yang mengingkari penyelewengan makna al Qur’an yang dilakukan oleh orang-orang yang berlebih-lebihan dan pemalsuan yang dibuat oleh para pembela kebatilan. Semoga Allah menyanjung dan memberi keselamatan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh para sahabatnya. Beliau adalah sebaik-baik orang yang mengajak kepada hidayah dan membantah kebatilan yang hina. Beliaulah yang mengatakan, “Ilmu agama ini akan selalu dipikul oleh orang-orang yang terbaik dari setiap generasi. Mereka mengingkari otak-atik yang dilakukan oleh orang-orang yang melampaui batas, kepalsuan yang dibuat oleh para pembela kebatilan dan tafsir asal-asalan yang dilakukan oleh orang-orang yang bodoh”.

Hadits ini derajatnya hasan dan disebutkan oleh al Khatib al Baghdad dalam buku beliau Syaraf Ashhabul Hadits dari sejumlah sahabat.

,
هؤلاء الغالين والمبطلين والجاهلين الذين عقدوا ألوية البدعة وأطلقوا عقال الفتنة وهم مختلفون في الكتاب مخالفون للكتاب مجمعون على مفارقة الكتاب يقولون على الله وفي الله وفي كتاب الله بغير علم يتكلمون بالمتشابه من الكلام ويخدعون جهَّال الناس بما يشبَّهون عليهم فنعوذ بالله من فتن الضالين المضلين .

Mereka orang-orang yang berlebih-lebihan, pembela kebatilan dan orang-orang bodohlah yang mengibarkan bendera bid’ah dan menebar kesesatan. Mereka sendiri berselisih pendapat dalam memahami al Qur’an, menyelisihi ajaran al Qur’an dan bersepakat untuk meninggalkan ajaran al Qur’an. Mereka berkata-kata tentang Allah dan atas nama Allah serta tentang kitab Allah tanpa ilmu. Mereka berbicara dengan kalimat-kalimat rancu dan mereka menipu manusia yang bodoh dengan kerancuan pemahaman yang mereka sisipkan dalam kata-kata mereka.

Kita berlindung kepada Allah dari penyesatan yang dilakukan oleh orang-orang yang sesat dan menyesatkan.

وصدق النبي صلى الله عليه وسلم إذ يقول ( إن الله لا يقبض هذا العلم انتزاعاً ينتزعه من صدور الناس ولكن بقبض العلماء حتى إذا لم يبقِ عالماً اتخذ الناس رؤوساً جهالاً فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا ) رواه البخاري ومسلم عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما .

Sungguh benar yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan, “Sesungguhnya Allah itu tidak akan mencabut ilmu agama dengan seketika dari dada manusia, namun dengan cara mematikan orang-orang yang berilmu. Sehingga jika Allah tidak lagi menyisakan seorang pun yang berilmu maka manusia mengangkat para pemimpin dalam agama dari kalangan orang-orang yang bodoh. Para pemimpin tersebut mengeluarkan fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan orang lain” (HR Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr).

ومن هؤلاء الذين أضلوا الناس يوسف القرضاوي الذي كثرت فتاواه المخالفة لنصوص الكتاب والسنة وفهم سلف الأمة وتتابعت آراءه العقلانية وانتشرت مواقفه بما يخدم أعداء المسلمين ويُذهب جمال وصفاء هذا الدين , ومن تلك الضلالات فتوى له يجيز فيها تهنئة الكفار من اليهود والنصارى في أعيادهم .

Di antara yang menyesatkan banyak manusia adalah Yusuf al Qardhawi yang memiliki banyak fatwa yang menyelisihi dalil dari al Qur’an dan sunah dengan pemahaman salaf. Silih berganti munculnya pendapat-pendapatnya yang lebih mengedepankan akal dan tersebarlah berbagai sikap-sikapnya yang malah menguntungkan musuh-musuh kaum muslimin dan menghilangkan indah dan jernihnya agama ini. Di antara kesesatan tersebut adalah fatwanya yang memperbolehkan mengucapkan selamat hari raya kepada orang kafir baik Yahudi ataupun Nasrani.

وذلك حين أجاب عن سؤال نصه : ماهي حدود التعامل مع النصارى وما حكم تهنئتهم في أعيادهم ؟ فأجاب بكل جرأة معارضاً لنصوص الكتاب والسنة وأقوال سلف الأمة وكلام أهل العلم المتواتر من أهل التفسير والحديث والفقه فلا حياء من الله ولا من خلقه

Fatwa tersebut muncul ketika beliau menjawab sebuah pertanyaan sebagai berikut, “Apa saja batasan interaksi dengan orang-orang Nasrani dan apa hukum mengucapkan selamat hari raya kepada mereka?”. Dengan penuh kelancangan beliau memberi jawaban yang bertolak belakang dengan berbagai dalil dari al Qur’an dan sunah, perkataan para ulama salaf dan perkataan para ulama yang demikian banyak dari ahli tafsir, hadits dan fiqh. Sungguh tidak ada rasa malu terhadap Allah dan terhadap manusia.

,
فيقول  ( ولذلك لا مانع من تهنئتهم بأعيادهم ) بل ويستدل على ذلك كذباً وزوراً ( ويراجع فتواه في موقع إسلام أون لاين  ) .

Jawaban beliau, “Oleh karena itu tidak mengapa mengucapkan selamat hari raya kepada mereka”. Bahkan lebih parah lagi beliau mencari-cari dalil untuk mendukung pernyataan tersebut dengan kedustaan dan kepalsuan. Fatwa beliau bisa dilihat di situs Islamonline.

فننبه أولاً أن الواجب على المسلم أن يستسلم لدين الله Y الذي أنزله إلى خلقه وأمرهم به ولا يقبل منهم سواه وهو دين الإسلام كما قال تعالى {وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ} (85) سورة آل عمران .

Perhatikanlah, kewajiban seorang muslim adalah tunduk terhadap aturan Allah yang telah Allah turunkan kepada makhluknya dan Allah perintahkan makhluk untuk mengamalkannya. Allah tidak menerima agama selain agama tersebut. Itulah agama Islam sebagaimana firman Allah yang artinya, “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi” (QS Ali Imran:85).

والإسلام هو كل ما دُعيَ الناس إليه مما في كتاب ربنا وما في صحيح سنة نبينا r بفهم سلف هذه الأمة الصالحين كما قال تعالى {اتَّبِعُواْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ} (3) سورة الأعراف .

Islam adalah segala yang didakwahkan kepada manusia dan hal tersebut ada dalam al Qur’an atau terdapat dalam hadits yang sahih dengan pemahaman salaf shalih sebagaimana firman Allah yang artinya, “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)” (QS al A’raf:3).
وكما قال تعالى {فَإِنْ آمَنُواْ بِمِثْلِ مَا آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ } (137) سورة البقرة

Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (QS al Baqarah:137).
وقال تعالى { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا}(3) سورة المائدة .

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu” (QS al Maidah:3).
فلا عقيدة إلا عقيدة الإسلام ولا عبادة إلا عبادة الإسلام ولا منهاج إلا منهاج الإسلام ولا خُلق إلا خُلق الإسلام , فلا يجوز لمسلم بعد ذلك المعارضة بعاطفة أو عقل أو ذوق أو رأي بل الواجب الاستسلام التام كما قال تعالى {فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا} (65) سورة النساء,

Tidak ada akidah yang benar melainkan akidah Islam. Tidak ada ibadah yang benar melainkan ibadah yang diajarkan oleh Islam. Tidak ada jalan hidup yang benar melainkan jalan yang diajarkan oleh Islam. Tidak ada akhlak mulia melainkan akhlak yang diajarkan oleh Islam. Tidak boleh bagi seorang muslim untuk membantah ajaran Islam dengan perasaan, akal pikiran, rasa dan pendapat siapapun. Kewajiban seorang muslim adalah tunduk total kepada ajaran Islam sebagaimana firman Allah yang artinya, “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS an Nisa’:65).
ولا نكون من المنافقين الذين من خُلقهم الإعراض عن دين الله كما قال تعالى {وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ إِلَى مَا أَنزَلَ اللّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودًا}(61) سورة النساء.

Janganlah kita meniru orang-orang munafik yang memiliki karakter berpaling dari agama Allah sebagaimana firman Allah yang artinya, “Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu” (QS an Nisa’:61).
وننبه ثانياً : بأنه لا يجوز للمسلم معارضة الشرع بعقله ورأيه فإنه سبب لفساد الدين والدنيا ,

Yang kedua, tidak boleh bagi seorang muslim untuk menentang syariat dengan akal dan pendapatnya karena sikap inilah yang menyebabkan rusaknya agama dan dunia.
قال ابن القيم رحمه الله ( وكل من له مسكة من عقل يعلم أن فساد العالم وخرابه إنما نشأ من تقديم الرأي على الوحي ومن أعظم معصية العقل اعراضه عن كتاب الله ووحيه الذي هدى به رسله والمعارضة بينه وبين كلام غيره فأي فساد أعظم من فساد هذا العقل )

Ibnul Qoyyim mengatakan, “Dan semua orang yang masih memiliki sedikit akal sangat sadar bahwa kerusakan dan kehancuran alam semesta itu disebabkan mendahulukan akal pikiran dari pada wahyu. Di antara maksiat terbesar yang dilakukan oleh akal adalah berpalingnya akal dari kitab Allah dan wahyu-Nya padahal wahyu adalah alat yang dipergunakan oleh para rasul untuk membimbing manusia. Demikian pula termasuk maksiat akal adalah mempertentangkan wahyu dengan ucapan manusia. Kerusakan apakah yang lebih parah dibandingkan kerusakan akal semacam ini”.
وعن ابن عباس t إنما هو كتاب الله وسنة رسوله r فمن قال بعد ذلك برأيه فلا ندري أفي حسناته يجد ذلك ام في سيئاته )

Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan, “Dalil dalam agama itu hanya kitab Allah dan sunah Rasul-Nya. Barang siapa yang berkata dengan akal pikiran setelah adanya dalil maka kami tidak tahu apakah hal tersebut akan dia jumpai dalam catatan kebaikannya atau dalam catatan dosanya”.

ومن هؤلاء الذين يعارضون الدين بالعقل القرضاوي وشيوخه فهي سلسلة من مشايخ أهل الرأي والبدعة ينقل بعضهم عن بعض

Di antara orang yang mempertentangkan agama dengan akal adalah al Qardhawi dan guru-gurunya yang merupakan rangkaian guru-guru ahli bid’ah dan orang-orang yang mendahulukan akal pikirannya. Sebagian mereka sekedar mengutip pendapat yang lain.
ومن ذلك إعراضه عن حديث النبي r { أبي وأبوك في النار } رواه مسلم عن أنس t . قال القرضاوي: بعده في كتابه ” كيف نتعامل مع السنة 97-98″ ( ما ذنب عبدالله بن عبد المطلب حتى يكون في النار ) وقال عنده ( ما ذنب أبي الرجل السائل والظاهر أن أباه مات قبل الإسلام لهذا توقفت في الحديث حتى يظهر لي شيء يشفي الصدر أما شيخنا الشيخ محمد الغزالي فقد رفض الحديث صراحة …)

Di antara penyimpangannya adalah sikap berpalingnya dari hadits, “Ayahku dan ayahmu itu di neraka” (HR Muslim dari Anas). Setelah membawakan hadits ini di bukunya “Kaifa Nata-‘amal Ma’a al Sunah” hal 97-98 beliau mengatakan, “Apa dosa Abdullah bin Abdul Muthallib sehingga dia di neraka?”. Beliau juga mengatakan, “Apa dosa yang dimiliki oleh ayah si penanya padahal kemungkinan besar ayahnya itu meninggal sebelum datangnya Islam. Oleh karena itu aku tidak berani mengambil sikap terhadap hadits tersebut sampai kujumpai penjelasan yang memuaskan. Sedangkan guru kami Syeikh Muhammad al Ghazali telah menolak hadits tersebut dengan terang-terangan”.
فانظر رحمك الله إلى هذه العقيدة الصوفية والطريقة البدعية فقد جعل العقل هو الأصل فما قبله فهو مقبول وما لم يقبله فهو مردود ولا يخفى على مسلم فساد هذا القول

Perhatikanlah- semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu- akidah sufi dan cara beragama bid’ah yang ada dalam sikap beliau terhadap hadits ini yaitu menjadikan akal sebagai tolak ukur. Semua yang diterima akal itulah perkataan yang diterima. Sedangkan segala yang ditolak oleh akal maka itulah perkataan yang tertolak. Setiap muslim tentu sadar betapa berbahayanya prinsip beragama semacam ini.
ورضي الله عن علي إذ يقول ( لو كان الدين بالرأي لكان مسح أسفل الخف أولى من أعلاه ) .

Semoga Allah melimpahkan ridho-Nya kepada Ali yang pernah mengatakan, “Seandainya dasar dalam beragama adalah akal pikiran tentu lebih layak mengusap bagian bawah sepatu dari pada bagian atasnya”.
ومن هذا القبيل فتوى القرضاوي الزائغة في جواز تهنئة الكفار في أعيادهم معرِضاً وغير مبالي بالأدلة الكثيرة من الكتاب والسنة وأقوال سلف الأمة وكلام أهل العلم المتواتر من أهل التفسير والحديث والفقه ما كان إجماعاً لايجوز الخروج عنه ومخالفته .

Di antara perkataan al Qardhawi yang menyimpang adalah fatwa beliau yang menyimpang tentang bolehnya memberikan ucapan selamat hari raya kepada orang kafir. Dengan fatwa ini, beliau tidak ambil pusing dan tidak peduli dengan berbagai dalil yang banyak berupa ayat al Qur’an, sunah, perkataan para ulama salaf dan perkataan para ulama yang sangat banyak baik dari kalangan pakar tafsir, hadits maupun fiqh. Bahkan hal ini telah menjadi ijma ulama yang kita tidak boleh keluar dan menyelisihinya.
فمن أدلة الكتاب الكثيرة  قول الله تعالى {وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا} (72) سورة الفرقان

Di antara dalil berupa ayat al Qur’an yang sebenarnya banyak adalah firman Allah yang artinya, “Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kebatilan dan jika mereka melewati sesuatu yang sia-sia mereka lewat sebagaimana layaknya orang-orang yang mulia” (QS al Furqon:72).
, وعن ابن عباس و مجاهد والربيع بن أنس وعكرمة والضحاك  قالوا هو ( أعياد المشركين ) رواها الخلال في جامعه ونحوه ابن جرير و القرطبي في تفسيريهما وأبو الشيخ الأصبهاني

Ibnu Abbas, Mujahid, ar Rabi’ bin Anas, Ikrimah dan al Dhahhak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan azzuur atau kebatilan adalah hari raya orang-orang musyrik. Keterangan para pakar tafsir di atas diriwayatkan dengan bersanad oleh al Khallal dalam kitabnya al Jami’. Riwayat-riwayat serupa juga dibawakan oleh Ibnu Jarir dan al Qurthubi dalam kitab tafsir keduanya. Demikian pula Abu Syaikh al Ashfahani.
وعن عمرو بن مرة (لا يشهدون الزور قال لا يمالئون أهل الشرك على شركهم ولا يخالطونهم ) ونحوه عن عطاء بن يسار والتهنئة من الممالئة.

Dari Amr bin Murrah tentang makna ayat, “Mereka itu tidak ikut menyaksikan kebatilan” adalah “Mereka tidak memberi dukungan kepada pelaku kemusyrikan ketika mereka melakukan kemusyrikan dan tidak pula berbaur bersama mereka ketika itu”. Penjelasan serupa juga disampaikan oleh Atha bin Yasar. Ucapan selamat hari raya itu termasuk dukungan.
ومن السنة الكثيرة ما رواه أبو داود وغيره بإسناد حسن عن أنس رضي الله عنه قال قدم رسول الله r المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال ما هذان اليومان قالوا كنا نلعب فيهما في الجاهلية فقال رسول الله r { إن الله قد أبدلكم بهما خيراً منهما يوم الأضحى ويوم الفطر }

Di antara dalil dari sunah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang lainnya dengan sanad yang berkualitas hasan dari Anas. Anas mengatakan bahwa ketika Rasulullah tiba di kota Madinah penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka isi dengan berbagai permainan. Nabi bertanya, “Dua hari apa ini?”. Mereka menjawab, “Kami biasa bermain pada dua hari ini di masa jahiliyyah”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik yaitu Idul Adha dan Idul Fitri”.
وقد أبطل النبي r كل الأعياد إلا هذين العيدين , فكيف يهنى الكفار في أعياد باطلة.

Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghapus semua bentuk hari raya selain dua hari raya Islam lalu bagaimana mungkin diperbolehkan mengucapkan selamat hari raya kepada orang kafir berkenaan dengan hari raya mereka yang telah dihapus oleh Islam.
ومن كلام السلف ما سبق من تفسير الآية وفي كتاب عمر t إلى أهل الذمة الذي تلقته الأمة بالقبول فهو إجماع المسلمين الأولين والآخرين وهو قول الخليفة الثاني من الخلفاء الراشدين وفيه نهي أهل الذمة عن إظهار شيء من أعيادهم وانظر إلى تعليق وشرح الإمام ابن القيم رحمه الله له في أحكام أهل الذمة (2/659)  .

Di antara perkataan para ulama salaf dalam masalah ini adalah para salaf yang menafsirkan ayat di atas. Demikian pula surat Umar untuk para kafir dzimmi yang telah diterima oleh seluruh umat Islam sehingga isi surat Umar tersebut adalah ijma seluruh kaum muslimin baik yang hidup di masa silam ataupun masa sesudahnya. Surat tersebut adalah perkataan khalifah kedua dari empat khulafaur rasyidin. Di antara isi surat tersebut adalah larangan bagi kafir dzimmi untuk menampakkan syiar hari rayanya. Bacalah penjelasan dan komentar Imam Ibnul Qoyyim untuk surat Umar tersebut di buku beliau, Ahkam Ahli Dzimmah 2/659.
وعن عمر t قال ( اجتنبوا أعداء الله في عيدهم ) رواه البيهقي باب كراهة الدخول على أهل الذمة في كنائسهم والتشبه بهم يوم نيروزهم ومهرجانهم بإسناده عن البخاري صاحب الصحيح يصل به إلى عمر t .
والنيروز :عيد القبط في مصر وهو أول يوم في السنة القبطية ويسمى بيوم ( شم النسيم ) .

Umar berkata, “Jauhilah orang-orang kafir saat hari raya mereka” [Diriwayatkan oleh al Baihaqi di bawah judul bab ‘terlarangnya menemui orang kafir dzimmi di gereja mereka dan larangan menyerupai mereka pada hari Nairuz dan perayaan mereka’ dengan sanadnya dari al Bukhari, penulis kitab Sahih Bukhari sampai kepada Umar].
Nairuz adalah hari raya orang-orang qibthi yang tinggal di Mesir. Nairuz adalah tahun baru dalam penanggalan orang-orang qibthi. Hari ini disebut juga Syamm an Nasim.
فإذا أُمِرَنا بإجتناب أعيادهم ومُنِعُوا من إقامة أعيادهم فكيف يجوز تهنئتهم !!!.

Jika kita diperintahkan untuk menjauhi hari raya orang kafir dan dilarang mengadakan perayaan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin diperbolehkan untuk mengucapkan selamat hari raya kepada mereka.
وأما كلام أهل العلم المتواتر فقد سبق بعض ذلك ونحوه كثير في كتب التفسير والفقه والحديث مما يصعب جمعه خصوصاً في تفسيرهم وشرحهم وتعليقهم على الأدلة الكثيرة في هذا الباب .

Sedangkan penjelasan para ulama yang demikian banyak, sebagian perkataan mereka telah dikutip di atas. Perkataan yang senada sangat banyak, terdapat di buku-buku tafsir, fiqh dan hadits sehingga tidaklah mudah mengumpulkannya terutama ketika para ulama menjelaskan, menafsirkan dan memberi komentar terhadap berbagai dalil yang ada dalam masalah ini.
ومما يضاف تأكيداً ما ذكره الخلال في جامعه قال “بابٌ في كراهة خروج المسلمين في أعياد المشركين” … ألخ . فكيف بعد هذا يجوز أن نهنئ المشركين في أعيادهم الباطلة .

Sebagai penguat tambahan adalah judul bab yang dibuat oleh al Khalal dalam kitabnya al Jami. Beliau mengatakan, “Bab terlarangnya kaum muslimin untuk keluar rumah pada saat hari raya orang-orang musyrik…”. Setelah penjelasan di atas bagaimana mungkin kita diperbolehkan untuk mengucapkan selamat kepada orang-orang musyrik berkaitan dengan hari raya mereka yang telah dihapus oleh Islam.
ونقل شيخ الإسلام رحمة الله تعالى في كتابه ” الإقتضاء 1/454″ اتفاق الصحابة وسائر الفقهاء على ما جاء في شروط عمر t أن أهل الذمة من أهل الكتاب وغيرهم لا يظهرون أعيادهم … فإذا كان المسلمون قد اتفقوا على منعهم من إظهارها فكيف يسوغ للمسلمين فعلها فإن فعل المسلم أشد من فعل الكافر … أهـ بمعناه .

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam bukunya, al Iqtidha’ 1/454 menukil adanya kesepakatan para sahabat dan seluruh pakar fikih terhadap persyaratan Umar untuk kafir dzimmi. “Di antaranya adalah kafir dzimmi baik ahli kitab maupun yang lain tidak boleh menampakkan hari raya mereka… Jika kaum muslimin telah bersepakat untuk melarang orang kafir menampakkan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin seorang muslim diperbolehkan untuk menyemarakkan hari raya orang kafir. Tentu perbuatan seorang muslim dalam hal ini lebih parah dari pada perbuatan orang kafir..”.
وقال تلميذه الامام ابن القيم رحمه الله في ” أحكام أهل الذمة (2/722)” في سياق كلامه على أعياد المشركين “وكما أنهم لا يجوز لهم إظهاره فلا يجوز للمسلمين ممالاتهم عليه ولا مساعدتهم ولا الحضور معهم بإتفاق أهل العلم الذين هم أهله وقد صرح به الفقهاء من أتباع الأئمة الأربعة في كتبهم

Sedangkan murid Ibnu Taimiyyah yaitu Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah 2/722 ketika membahas hari raya orang-orang musyrik mengatakan, “Sebagaimana mereka tidak diperbolehkan menampakkan (baca:menyemarakkan) hari rayanya maka tidak boleh bagi kaum muslimin untuk menyokong dan membantu mereka, tidak pula menghadiri perayaan hari raya mereka. Ini adalah kesepakatan para ulama yang merekalah pakar dalam masalah ini. Hal ini pun telah ditegaskan oleh para ulama empat mazhab dalam buku-buku mereka”.
ومن كلام أهل العلم في ذلك ما ذكره صاحب الدر المختار علاء الدين الحصكفي (6/754) “والإعطاء باسم يعظمه المشركون يكفر” ثم ذكر نقلاً عن أبي حفص الكبير في عدم جواز الأخذ والعطاء والإهداء والشراء باسم أيام المشركين فإنه قد يوقع في الكفر بتعظيم هذا العيد” أهـ بمعناه

Di antara perkataan para ulama dalam masalah ini adalah perkataan penulis kitab al Durr al Mukhtar yaitu ‘Ala-uddin al Hashkafi 6/754, “Memberi sesuatu dengan atas nama sesuatu yang diagungkan oleh orang-orang musyrik itu merupakan perbuatan kekafiran”. Kemudian beliau menyampaikan perkataan Abu Hafsh al Kabir yang “tidak membolehkan mengambil atau memberi suatu barang, demikian pula menghadiahkan atau membeli atas nama hari raya orang musyrik. Seorang muslim yang melakukannya boleh jadi terjerumus dalam kekafiran karena mengagungkan hari raya orang musyrik”.
وذكر في البحر الرائق (8/55) “أن من أهدى بيضةً في أعياد المشركين تعظيماً للعيد كفر بالله جلَّ وعلا

Dalam kitab al Bahr al Ra-iq 8/55, “Siapa yang menghadiahkan sebutir telur kepada seseorang pada hari raya orang musyrik karena mengagungkan hari raya orang kafir maka dia telah kafir kepada Allah”.

وذكر صاحب عون المعبود (3/341) ” عن القاضي أبي المحاسن الحسن بن منصور الحنفي أن من اشترى فيه شيئاً لم يكن يشتريه في غيره أو أهدى فيه هدية فإن أراد بذلك تعظيم اليوم كما يعظمه الكفره فقد كفر وإن أراد بالشراء التنعم والتنزه وفي الإهداء التحاب جرياً على العادة لم يكن كفراً لكنه كان مكروه كراه التشبه بالكفرة فحينئذٍ يحترز عنه

Penulis kitab ‘Aun al Ma’bud 3/341 menyebutkan dari “al Qadhi Abul Mahasin al Hasan bin Manshur al Hanafi bahwa siapa saja yang pada saat hari raya orang kafir membeli sesuatu yang biasanya tidak dia beli di hari-hari yang lain atau memberikan hadiah pada hari tersebut maka jika maksudnya dengan hal tersebut adalah mengagungkan hari raya orang kafir sebagaimana pengagungan orang-orang kafir maka dia menjadi kafir karenanya.

Namun jika maksudnya dengan membeli barang tersebut pada waktu itu adalah ingin mengambil manfaat barang tersebut dan maksud hatinya dengan memberi hadiah adalah mewujudkan rasa cinta sebagaimana biasanya maka tidak kafir akan tetapi terlarang karena menyerupai orang kafir. Karenanya hal ini harus dijauhi”.

ونقل شيخ الإسلام عن عبد الملك بن حبيب أن الإمام مالك رحمه الله كره وحرم الأكل من ذبائح أعياد المشركين من النصارى وغيرهم .

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah membawakan perkataan Abdul Malik bin Habib bahwa Imam Malik membenci dan mengharamkan memakan sembelihan dalam rangka hari raya orang musyrik baik Nasrani ataupun yang lainnya.
ونقل عن ابن القاسم النهي عن مشاركة المشركين في الركوب في السفن التي توصل إلى عيدهم أو أن يعانوا بأي أنواع المعونة وأنه قول مالك” إنتهى مختصراً “الإقتضاء” .

Ibnu Taimiyyah juga mengutip perkataan Ibnul Qosim yang melarang seorang muslim satu kapal dengan orang-orang musyrik yang akan mengantarkan mereka ke tempat perayaan hari raya mereka. Demikian pula seorang muslim dilarang memberikan bantuan apapun untuk kegiatan hari raya orang musyrik. Kata Ibnul Qosim hal ini adalah pendapat Imam Malik. Sekian kutipan dari kitab al Iqtidha dengan sedikit peringkasan.

وذكر البيهقي رحمه الله في “سننه” باباً في النهي عن الدخول على أهل الذمة وغيرهم في أعيادهم وذكر آثاراً سبقت الإشارة إليها .

Al Baihaqi dalam kitabnya As Sunan mengatakan ‘bab terlarangnya menemui orang kafir dzimmi atau yang lain saat hari raya mereka’. Beliau lantas menyebutkan beberapa perkataan ulama salaf yang telah disebutkan di atas.
وذكر الحافظ ابن حجر حديث أنس المتقدم في الإكتفاء بعيدي الفطر والأضحى بعد أن ذكر أنه روي بإسناد صحيح , قال واستنبط منه كراهة الفرح في أعياد المشركين والتشبه بهم وبالغ الشيخ أبو حفص الكبير النسفي من الحنفية فقال : “من أهدى فيه بيضة إلى مشرك تعظيماً لليوم فقد كفر بالله تعالى”(2/442) ,

Al Hafiz Ibnu Hajar setelah menyebutkan hadits dari Anas di atas tentang mencukupkan diri dengan dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dan setelah mengatakan bahwa sanad hadits tersebut berkualitas sahih beliau mengatakan, “Bisa disimpulkan dari hadits tersebut larangan merasa gembira saat hari raya orang musyrik dan larangan menyerupai orang musyrik ketika itu. Bahkan Syeikh Abu Hafsh al Kabir al Nasafi seorang ulama mazhab Hanafi sampai berlebih-lebihan dalam masalah ini dengan mengatakan, ‘Siapa yang menghadiahkan sebutir telur kepada orang musyrik pada hari itu karena mengagungkan hari tersebut maka dia telah kafir kepada Allah” (Fathul Bari 2/442).
وذكر المناوي في “فيض القدير” (4/511) حديث أنس ثم ذكر النهي عن تعظيم يوم عيد المشركين وأن من عظمه لليوم كفر وكلاماً بمعناه . إنتهى بتصرف.” .

Dalam Faidh al Qadir 4/551, setelah al Munawi menyebutkan hadits dari Anas kemudian beliau menyebutkan terlarangnya mengagungkan hari raya orang musyrik dan barang siapa yang mengagungkan hari tersebut karena hari itu adalah hari raya orang musyrik maka dia telah kafir.
فبعد هذا كيف يجوز لمسلم القول بجواز تهنئة الكفار في أعيادهم فضلاً عمن ينتسب إلى العلم كالقرضاوي فماذا بعد الحق إلا الضلال !! .
فاحذر أخي المسلم – رحمك الله – من دعاة السوء والضلال الذين حذّر منهم النبي rوأنهم يكونون في آخر الزمان كما في حديث حذيفة في الصحيحين.

Setelah penjelasan di atas, bagaimana mungkin boleh bagi seorang muslim untuk mengatakan bolehnya mengucapkan selamat hari raya kepada orang-orang kafir terlebih-lebih seorang muslim yang dinilai berilmu semisal al Qardhawi. Tidak ada setelah kebenaran melainkan kesesatan.

Waspadalah saudaraku dengan dai jahat yang mendakwahkan kesesatan. Nabi telah mengingatkan kita dengan adanya orang-orang semacam itu di akhir zaman nanti sebagaimana dalam hadits dari Hudzaifah yang terdapat dalam Sahih al Bukhari dan Sahih Muslim.

واعلم – رحمك الله – أن دعاة الضلال يستدلون بأدلة  ويلبسون بشبه ولهذا أُمِرنا باعتزالهم لا لعجز أهل الحق في الرد عليهم ولكن حفظاً على سلامة عامة المسلمين فالقلوب ضعيفة والشبهة خطافة .

Sadarilah bahwa para penyeru kesesatan tentu membawakan berbagai alasan dan mengkaburkan permasalahan dengan berbagai kerancuan pemikiran. Oleh karena itu kita diperintahkan untuk menjauhi mereka bukan karena pembela kebenaran tidak mampu memberikan bantahan akan tetapi dalam rangka menjaga keselamatan agama umumnya kaum muslimin. Hati itu lemah sedangkan kerancuan pemahaman itu demikian kuat menyambar.
ويجمل ما استدل به القرضاوي في فتواه بثلاثة أمور :
الأول : استدلاله بعمومات وإجمالات لا يصح الإستدلال بعمومها ومجملها مع ما ورد من النصوص الخاصة ما يمنع هذا العموم والإجمال مما سبق الإشارة إليه من أدلة الكتاب والسنة وأقوال سلف الأمة وكلام أهل العلم المتواتر من أهل التفسير والحديث والفقه , بل هذه طريقة أهل البدع فهم الذين يعارضون النصوص الصريحة الخاصة بالأدلة العامة والمجملة كما روي ذلك عن الإمام أحمد –رحمه الله تعالى – وحذر منه

Secara umum dalam fatwanya al Qardhawi membawakan tiga jenis alasan.


Pertama, dalil-dalil yang bersifat umum dan global padahal tidak boleh beralasan dengan dalil yang bersifat umum dan global ketika ada dalil khusus yang membatasi dalil yang umum dan menjelaskan dalil yang masih global. Itulah dalil-dalil yang telah kita sebutkan di atas berupa dalil al Qur’an, sunah, perkataan salaf dan perkataan para ulama yang demikian banyak baik dari kalangan pakar tafsir, hadits maupun fikih.
Bahkan metode ini adalah metode yang ditempuh oleh ahli bid’ah. Merekalah orang yang suka mempertentangkan dalil-dalil khusus dan tegas dengan dalil-dalil yang bersifat umum dan global sebagaimana yang dikatakan dan diingatkan oleh Imam Ahmad.

فمن الأدلة العامة والمجملة التي استدل بها قول الله تعالى {لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ } (8) سورة الممتحنة

Di antara dalil umum dan global yang beliau gunakan adalah firman Allah yang artinya, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS al Mumtahanah:8).
, فجعل من ذلك تهنئة الكفار في أعيادهم مع أن الله Y يقول في أول هذه السورة , {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاء تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءكُم مِّنَ الْحَقِّ } (1) سورة الممتحنة

Al Qardhawi menjadikan ucapan selamat hari raya sebagai bagian dari berbuat baik dengan orang kafir padahal Allah berfirman di awal surat yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; Padahal Sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu” (QS al Mumtahanah:1).
, قال الشوكاني رحمه الله تعالى ( الآية تدل على النهي عن موالاة الكفار بوجه من الوجوه ) “فتح القدير 5/207

Dalam Fathul Qadir 5/207 al Syaukani mengatakan, “Ayat ini menunjukkan larangan memberikan loyalitas kepada orang kafir dengan bentuk apapun”.
, وقال ابن كثير رحمه الله تعالى ( نهى تبارك وتعالى عباده المؤمنين أن يوالوا الكافرين وأن يتخذوهم أولياء يسرون إليهم بالمودة من دون المؤمنين ) “آية 28 سورة آل عمران “. فكيف إذا أضيف ما سبقت الإشارة إليه.

Ketika menjelaskan QS Ali Imran:28, Ibnu Katsir mengatakan, “Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir dan menjadikan mereka sebagai teman dekat, tempat menceritakan berbagai rahasia karena mencintai mereka dengan meninggalkan orang-orang yang beriman”. Bagaimana jika kita tambah dengan dalil-dalil di atas.
ثانياً : استدلاله بأقيسة ضعيفة ومعارضة للنصوص الصريحة مما دلت عليه أدلة الكتاب والسنة وأقوال سلف الأمة وكلام أهل العلم المتواتر من أهل التفسير والحديث والفقه . ومن ذلك قياسه تهنئة الكفار بجواز الزواج من نساء أهل الكتاب مع أن الله تعالى قال {لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ } (22) سورة المجادلة

Kedua, al Qardhawi beralasan dengan analog yang lemah dan analog yang bertolak belakang dengan berbagai dalil dari al Qur’an, sunah, perkataan para salaf dan perkataan para ulama yang demikian banyak baik pakar tafsir, hadits maupun fikih.
Di antaranya beliau menganalogkan ucapan selamat hari raya orang kafir dengan bolehnya menikahi wanita ahli kitab padahal Allah telah berfirman yang artinya, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS al Mujadidlah:22).
, وقد نبه العلماء أن المحبة أقسام والمراد بجواز النكاح ليس مودة ومحبة على حساب الأحكام الشرعية فكيف إذا انضاف ما سبقت الإشارة إليه من عدم جواز هذه التهنئة

Para ulama telah mengingatkan bahwa rasa cinta itu ada beberapa macam. Yang dimaksud dengan diperbolehkannya menikahi wanita ahli kitab bukanlah karena adanya rasa cinta kepada orang kafir yang mengorbankan hukum-hukum syariat. Bagaimana jika ditambah berbagai dalil tentang tidak bolehnya mengucapkan selamat untuk hari raya orang kafir sebagaimana telah disebutkan di atas.
والقياس كالتيمم إنما يلجئ إليه إذا لم يعلم الدليل ولهذا قال الإمام أحمد ( وليس في السنة قياس ولا تضرب لها الأمثال ولا تدرك بالعقول والأهواء وإنما هو الإتباع وترك الهوى )

Analog itu seperti tayamum, hanya dipakai jika tidak diketahui adanya dalil dalam masalah tersebut. Oleh karena itu Imam Ahmad mengatakan, “Tidak ada analog dalam sunah dan tidak boleh membuat berbagai permisalan untuk membantah sunah. Sunnah tidaklah bisa dipahami dengan akal dan hawa nafsu namun hanya bisa dipahami dengan mengikuti sunah dan meninggalkan hawa nafsu”.
, وفي رواية الميموني عن الإمام أحمد رحمه الله ( يجتنب المتكلم في الفقه هذين الأصلين المجمل والقياس )

Dalam riwayat dari al Maimuni, Imam Ahmad mengatakan, “Seorang yang hendak bicara tentang hukum fikih hendaknya menjauhi dua hal ini yaitu dalil global dan analog”.

وفي رواية أبي الحارث عن الإمام أحمد رحمه الله ( قال ما تصنع بالرأي والقياس وفي الحديث ما يغنيك عنه ) “المسودة 328

Dalam riwayat dari Abu al Harits, Imam Ahmad mengatakan, “Apa yang akan kau lakukan dengan akal pikiran dan analog padahal hadits sudah mencukupimu” [Kutipan-kutipan ini ada di kitab al Muswaddah hal 328).
وبوب البخاري رحمه الله في صحيحه ” باب ما يذكر من ذم الرأي وتكلف القياس وذكر قول الله تعالى { ولا تقف ما ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسؤلاً }” وذكر حديث عبدالله بن عمرو في موت العلماء وظهور علماء السوء نعوذ بالله منهم

Dalam kitab Sahihnya al Bukhari membuat judul bab, ‘bab celaan terhadap akal pikiran dan analog yang dipaksa-paksakan’.
Bukhari lantas membawakan firman Allah yang artinya, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS al Isra:36). Al Bukhari juga menyebutkan hadits dari Abdullah bin ‘Amr tentang matinya para ulama dan munculnya para ulama yang jahat. Semoga Allah lindungi kita dari bahaya mereka.
, فإذا كان هذا كلام أهل العلم في القياس مع وجود الدليل فكيف إذا عورض به الدليل وكيف إذا كان من أضعف أنواع الأقيسة فإن هذا النوع من القياس أشبه ما يكون بقياس الشبه الذي هو من أضعف أنواع الأقيسة وهو القياس بغير علة أو دليلها ويراجع ” الإعلام لإبن القيم 1/148″.

Demikianlah perkataan para ulama tentang berdalil dengan analog padahal ada dalil yang menyelisihi kesimpulan analog tersebut lalu bagaimana jika analog yang dipakai adalah analog yang paling lemah. Analog yang dipakai oleh al Qardhawi itu mirip dengan qiyas syabah (analog karena sekedar ada kemiripan). Qiyas syabah adalah jenis qiyas yang paling lemah karena di sini qiyas yang terjadi adalah qiyas tanpa ‘illah atau dalil ‘illah. Silahkan telaah al I’lam karya Ibnul Qoyyim 1/148.
ثالثاً : استدلالات عجيبة خارجة عن القواعد العلمية فضلاً عن الضوابط الشرعية كقوله ( ويشبه هذا التعبير قوله تعالى في شأن الصفا والمروة … ألخ .

Ketiga, terdapat beberapa cara berdalil yang aneh yang keluar dari koridor ilmiah dan tentu sangat jauh dari kaedah syariat. Di antaranya beliau mengatakan, “Ucapan selamat hari raya orang kafir itu mirip dengan firman Allah tentang bukit Shafa dan al Marwa…”
فسبحان الله ! كيف يريد أن يجمع بين ما لا يمكن جمعه تكثيراً للشبه واستجابةً للهوى ومسايرة للواقع وإلا فما علاقة ما أشار إليه بتهنئة الكفار في أعيادهم

Subhanallah, bagaimana beliau berupaya untuk menyerupakan dua hal yang tidak mungkin serupa dalam rangka untuk memperbanyak kerancuan pemahaman, merespons hawa nafsu dan agar seiring dengan realita. Jika bukan karena motivasi tersebut lalu apa hubungan antara pernyataannya di atas dengan ucapan selamat hari raya orang kafir.
, وانظر – رحمك الله – إلى كلام أهل الصدق والاستجابة والغيرة, قال ابن القيم – رحمه الله – ( معلوم أن التقاة ليست بموالاة ولكن لما نهاهم عن موالاة الكفار اقتضى ذلك معاداتهم والبراء منهم ومهاجرتهم بالعدوان في كل حال إلا إذا خافوا من شرهم فأباح لهم التقية وليست التقية موالاة لهم ) “بدائع الفوائد 3/69″ فكيف بعد هذا يستدل بهذه الاستدلالات العجيبة بما ينافي العقل والدين , لهم الله هؤلاء المتلاعبون بدين الله .

Perhatikanlah perkataan seorang yang tulus, menyambut seruan Allah dan seorang yang memiliki kecemburuan dengan agamanya berikut ini.
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Taqiyyah dengan orang kafir itu tidak termasuk loyal dengan orang kafir. Akan tetapi ketika Allah melarang memberikan loyalitas dengan orang kafir maka konsekuensinya adalah memusuhi dan berlepas tangan dari orang kafir serta meninggalkan mereka karena semangat permusuhan dalam setiap keadaan kecuali jika khawatir dengan gangguan orang kafir maka Allah bolehkan taqiyyah kepada orang kafir pada saat itu. Taqiyyah itu bukanlah loyal dengan orang kafir” (Badai al Fawaid 3/69).

Setelah penjelasan di atas sebagaimana mungkin orang-orang yang mempermainkan agama Allah masih saja nekad menggunakan cara-cara berdalil yang aneh tersebut. Itulah cara berdalil yang bertolak belakang dengan akal sehat dan agama.
Para ahli sejarah umumnya berpendapat bahwa Asia Tenggara adalah kawasan ‘pinggir’ dalam sejarah peradaban manusia. Dengan kata lain, peradaban Asia Tenggara bisa maju dan berkembang karena imbas-imbas migrasi, perdagangan, dan efek-efek yang disebabkan peradaban lain yang digolongkan lebih maju seperti Cina, India, Mesir, dan lainnya. Buku Eden In The East yang ditulis Oppenheimer seolah mencoba menjungkirbalikkan pendapat meinstream tersebut.

Oppenheimer mengemukakan pendapat bahwa justru peradaban-peradaban maju di dunia merupakan buah karya manusia yang pada mulanya menghuni kawasan yang kini menjadi Indonesia. Oppenheimer tidak main-main dalam mengemukakan pendapat ini. Hipotesisnya disandarkan kepada sejumlah kajian geologi, genetik, linguistik, etnografi, serta arkeologi. 

Gagasan diaspora manusia dari kawasan Asia Tenggara dicoba untuk direkonstruksi dari peristiwa di akhir zaman es (Last Glacial Maximum) pada sekitar 20.000 tahun yang lalu. Pada saat itu, permukaan laut berada pada ketinggian 150 meter di bawah permukaan laut di zaman sekarang. Kepulauan Indonesia bagian barat, masih menyatu dengan benua Asia sebagai sebuah kawasan daratan maha luas yang disebut Paparan Sunda. 

Ketika perlahan-lahan suhu bumi memanas, es di kedua kutub bumi mencair dan menyebabkan naiknya permukaan air laut, sehingga timbul banjir besar. Penelitian oseanografi menunjukan bahwa di Bumi ini pernah tiga kali terjadi banjir besar pada 14.000, 11.000, dan 8.000 tahun yang lalu. Banjir yang terakhir adalah peristiwa yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut hingga setinggi 8-11 meter dari tinggi permukaan asalnya. Banjir tersebut mengakibatkan tenggelamnya sebagian besar kawasan Paparan Sunda hingga terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang kini kita kenal sebagai Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali. 

Oppenheimer mengemukakan bahwa saat itu, kawasan Paparan Sunda telah dihuni oleh manusia dalam jumlah besar. Karena itulah, menurutnya, hampir semua kebudayaan dunia memiliki tradisi yang mengisahkan cerita banjir besar yang menenggelamkan sebuah daratan. Kisah-kisah semacam banjir Nabi Nuh as, olehnya dianggap sebagai salah satu bentuk transfer informasi antar generasi manusia tentang peristiwa mahadahsyat tersebut.

Menurut Oppenheimer, setelah terjadinya banjir besar tersebut, menusia mulai menyebar ke belahan bumi lainnya. Oppenheimer menyatakan bahwa hipotesisnya ini disokong oleh rekonstruksi persebaran linguistik terbaru yang dikemukakan Johanna Nichols. Nichols memang mencoba mendekonstruksi persebaran bahasa Austronesia. Sebelumnya, Robert Blust (linguis) dan Peter Bellwood (arkeolog) menyatakan bahwa persebaran bahasa-bahasa Austronesi a berasal dari daratan Asia ke Formosa (Taiwan) dan Cina Selatan (Yunnan) sebelum sampai ke Filipina, Indonesia, kepulauan Pasifik dan Madagaskar. Nichols menyatakan konstruksi yang terbalik di mana bahasa-bahasa Austronesia menyebar dari Indonesia-Malaysia ke kawasan-kawasan lainnya dan menjadi induk dari bahasa-bahasa dunia lainnya. 

Oppenheimer berkeyakinan bahwa penduduk Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan dewasa ini adalah keturunan dari para penghuni Paparan Sunda yang tidak hijrah setelah tenggeamnya sebagian kawasan tersebut. Dengan kata lain, ia hendak mengemukakan bahwa persebaran manusia di dunia berasal dari kawasan ini. 

Pendapatnya ia perkuat dengan mengemukakan analisa tentang adanya kesamaan benda-benda neolitik di Sumeria dan Asia Tenggara yang diketahui berusia 7.500 tahun. Kemudian ciri fisik pada patung-patung peninggalan zaman Sumeria yang memiliki tipikal wajah lebar (brachycepalis) ala oriental juga memperkuat hipotesis tersebut. 

Oppenhimer juga yakin bahwa tokoh dalam kisah Gilgamesh yang dikisahkan sebagai satu-satunya tokoh yang selamat dari banjir besar adalah karakter yang sama dengan Nabi Nuh as dalam kitab Bible dan Qur’an yang tak lain adalah karakter yang berhasil menyelamatkan diri dari banjir besar yang menenggelamkan paparan Sunda. Legenda Babilonia tua mengisahkan pula kedatangan tujuh cendekiawan dari timur yang membawa keterampilan dan pengtahuan baru. Kisah yang sama terdapat pula di dalam India kuno di Hindukush. Varian legenda semacam ini pun ternyata tersebar di kepulauan Nusantara dan Pasifik. 

Oppenheimer lebih lanjut mengemukakan bahwa kisah yang serupa dengan kisah penciptaan Adam dan Hawa serta pertikaian Kain dan Abel (Qabil dan Habil) ternyata dapat ditemukan di kawasan Asia Timur dan Kepulauan Pasifik. Misalnya orang Maori di Selandia Baru, menyebut perempuan pertama dengan nama ‘Eeve’. Kemudian di Papua Nugini, kisah yang serupa dengan Kain dan Abel ada dalam wujud Kullabop dan Manip. Tradisi-tradisi di kawasan ini juga mengemukakan bahwa manusia pertama di buat dari tanah lempung yang berwarna merah. 

Atas dasar berbagai hipotesis tersebut pula, Oppenheimer meyakini bahwa Taman Eden yang disebut-sebut dalam Bible ada di Paparan Sunda. Berbicara tentang Hipotesis Oppenheimer ini, saya juga jadi teringat salah satu ayat dalam Kitab Genesis yang dengan jelas menyebut bahwa Eden ada di Timur. Mungkinkah Taman Eden memang berlokasi di Indonesia? Dan Manusia Pertama pun ditempatkan Tuhan di Indonesia? Wallaahu’alam.


Kita Termasuk yang Mana…?
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
Di antara tanda kebahagiaan dan keberuntungan, tatkala ilmu seorang hamba bertambah, bertambah pulalah sikap tawadhu’ (rendah hati) dan kasih sayang yang dimilikinya; setiap kali bertambah amalnya, bertambah pula rasa takut dan waspada di dalam dirinya[1]; tatkala bertambah umurnya, berkuranglah ketamakannya terhadap dunia; tiap kali hartanya bertambah, kedermawanannya pun bertambah; setiap kali kedudukan dan martabatnya bertambah tinggi, maka bertambah pula kedekatannya dengan manusia, dirinya akan semakin memperhatikan kebutuhan mereka, dan merendahkan diri di hadapan mereka.

Di antara tanda kebinasaan seorang, tatkala ilmunya bertambah, bertambah pula kesombongan dan keangkuhannya; tiap kali amalnya bertambah, bertambahlah ‘ujub(bangga diri) dalam dirinya, semakin meremehkan orang lain, dan justru memandang baik dirinya; tatkala umurnya bertambah, ketamakannya terhadap dunia justru semakin bertambah; tiap kali hartanya bertambah, bertambah pula sifat kikir yang dimiliki; setiap kali kedudukan dan martabatnya bertambah, bertambah pula keangkuhan dan kecongkakannya.

Seluruh hal di atas merupakan cobaan dari Allah yang diperuntukkan kepada para hamba-Nya. Di antara mereka ada yang beruntung, sebagian yang lain justru celaka.
Demikian pula dengan kemuliaan, seperti kerajaan, kekuasaan, dan harta, semua adalah cobaan. Allah ta’ala berfirman,
فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ (٤٠)

“Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Rabb-ku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (QS. An Naml: 40).

Demikian pula kenikmatan, semua adalah cobaan dari-Nya sehingga akan nampak siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur (ingkar). Sebagaimana musibah juga cobaan dari-Nya, karena Dia menguji para hamba dengan berbagai nikmat dan musibah.

Allah ta’ala berfirman,
فَأَمَّا الإنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (١٥)وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (١٦)

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dirinya dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu mempersempit rizkinya, maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku.” (QS. Al Fajr: 15-16).

Maksud dari ayat di atas, tidak setiap orang yang Aku lapangkan rizkinya dan Aku beri kesenangan duniawi, maka hal itu merupakan bentuk pemuliaan-Ku terhadapnya. Dan tidak setiap orang yang Aku persempit rizkinya dan Aku uji dengan kemiskinan, maka hal itu merupakan kehinaan baginya.

Waffaqaniyalahu wa iyyaku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar