07 April, 2013

KUCING MENJADI ANJING?



Dengan gagah seekor anjing menjaga rumah majikannya. Sebentar ia berdiri sambil menjulurkan lidahnya, sebentar pula duduk sambil mengamati gerak-gerik yang mencurigakan dalam kawasan penjagaannya. Apabila ada hal yang mengancam dirinya dan hal yang dijaganya, maka ia akan menyalak untuk memberikan tekanan psychologi kepada lawan di hadapannya agar menjauh dan mengurungkan niat untuk melakukan hal yang tidak disukai anjing.

Syahdan suatu ketika muncul seekor kucing mengendap-endap ingin masuk ke rumah majikannya karena di dalam rumah terlihat ikan-ikan goreng yang menggoda hasrat kucing untuk menyantapnya. Tetapi usaha itu mendapat halangan dari sang anjing sebagai penjaga handal didikan majikannya.

Tak ayal Anjing menyalak ke arah kucing sebagai sinyal agar kucing angkat kaki dari hadapannya.
Sang kucing meregangkan otot-otonya hingga bulu di badan serta ekornya berdiri sebagai pertanda siap untuk bertahan. Tetapi sang anjing terus menyalak dan mengejar kucing, sementara kucingpun mengeluarkan suara yang tak kalah keras. Maka anjing segera melabrak kucing dengan serangan spontan. Sang kucing menjatuhkan diri sambil mengacungkan cakarnya ke hadapan anjing. Semakin anjing mencoba untuk menerobos pertahanan kucing, sang kucing pun tak kalah memberikan perlawanan yang sengit.

Hingga sang kucing berlari ke dalam rumah yang penuh barang antik dan berlantai keramik licin itu sambil mengeluarkan suara mengeram pertanda tak mau kalah. Sang anjing pun tidak mau kalah, ia mengayunkan langkah kejarannya yang cepat mengikuti ke dalam rumah pula sambil terus menyalak keras.

Rupanya sang kucing melompat ke arah barang pecah belah. Ia melompat ke atas guci antik, ke atas televisi, berlari lincah mengikuti alur jalan sempit diantara patung dan piring antik. Sementara kegesitan itu tidak dapat diikuti oleh anjing yang berbadan lebih besar dan memiliki keterbatasan dalam kelincahan. Anjing menyeruduk, menyenggol, menabrak barang-barang antik yang berharga tidak murah itu.

GHOUGH! GHOUGHH! GHOUGHH! WAAAW! RRRKKHH!! WAAW!! PRANG! PYAR! BOOM! KRESSH! Begitulah riuh rendah terjadi dalam rumah yang dalam seketika berubah menjadi sepeti kapal pecah, betapa kacaunya keadaan rumah saat itu.

Akhirnya tanpa bersuara banyak, sang kucing mengeluarkan tenaga ekstra untuk melompat keluar jendela untuk menyelamatkan diri. Sementara sang anjing hanya bisa menyalak keras berkali-kali dengan intensitas yang semakin menurun di depan jendela.

Sang kucing tahu bahwa ia tidak bisa melawan cegahan anjing untuk masuk ke dalam rumah. Ia tidak pernah berusaha untuk berubah menjadi anjing untuk dapat melawan dan mudah mendapatkan ikan-ikan yang diminatinya. Ia justru menggunakan kelincahan badannya dalam menghindari sergapan anjing sambil mengeluarkan suara yang memekakkan telinga yang mendengarnya.

Sementara sang anjing juga menyadari tugas dan kapasitasnya dengan baik sebagai penjaga rumah tuannya. Ia senantiasa melakukan perlindungan pada rumah itu dari berbagai gangguan. Ketika sang kucing datang, ia tidak pernah berusaha bermutasi menjadi kucing agar dapat mengikuti liuk tubuh sang kucing yang lincah dalam mengejarnya. Tetapi ia menggunakan suaranya yang menggetarkan untuk menakuti dan membuat kecut nyali lawan yang dihadapinya.

Anjing dan kucing tidak pernah ingin memiliki kapasitas hewan lain yang lebih hebat bagi kepentingan dirinya. Anjing dan kucing senantiasa mensyukuri gift yang dimiliki dengan hidup secara alamiah di bumi.

Kapasitas yang dimiliki oleh setiap makhluk sesungguhnya sudah ditetapkan oleh sang pencipta dengan takaran yang tepat. Takaran ini tidak akan membuat makhluk menjadi susah atau terlalu berlebihan, kapasitas itu telah dibuat cocok dengan fungsi makhluk tersebut terhadap makro sistim ini. Justru akan menimbulkan kekacauan jika kucing punya kapasitas seperti anjing, adalah mengherankan jika kucing-kucing yang lahir kemudian dapat menyalak dan menjulurkan lidahnya.

Jika kita perhatikan, banyak manusia yang ingin menggapai sesuatu diluar kemampuannya. Mereka memaksakan potensi dirinya agar bisa menyamai prestasi orang lain, mencapai apa yang diperoleh orang lain. Padahal setiap manusia memiliki kapasitas dan kemampuan yang sudah ditentukan oleh sang Pencipta, sehingga akan menjadi sia-sia ketika memaksakan ambisi untuk meraih keuntungan pribadi. Disinilah letak sebab musabab terjadinya pencurian, korupsi, pemerkosaan, perusakkan, kebejatan moral dan tindakan-tindakan yang merusak tatanan manusia dan alam semesta. Karena manusia ingin memaksakan ambisinya untuk mendapatkan kelebihan materialistik bagi diri dan golongannya. Dengan kata lain, penyimpangan yang terjadi karena ada manusia yang memaksakan kehendak untuk memiliki kapasitas orang lain, ada kucing yang mencoba menjadi anjing.

Mengapa saya tidak dilahirkan dari keluarga kaya? Mengapa saya tidak memiliki bakat seperti artis atau atlet internasional, Mengapa status saya hanya menjadi rakyat biasa bukan pemimpin? Itu semua karena tiap-tiap makhluk memiliki kapasitas dan kemampuannya masing-masing. Lantas, apakah seorang anak petani tidak bisa menjadi presiden? Apakah seorang tukang cendol tidak bisa menjadi artis? Atau tidakkah seorang anak tukang sampah bisa menjadi dokter? Kalau bisa, apakah mereka mengambil alih jatah kapasitas orang lain?

Jawabannya sama seperti kucing yang tidak pernah ingin menjadi anjing, tetapi ia bisa berlari lincah mengalahkan anjing. Sedangkan makanan kucing tetap sama proporsinya sebagaimana layaknya kucing biasa. Dan lawan jenis pasangannya tetap kucing, bukan anjing. Artinya setiap manusia bisa saja memiliki kehidupan ke depan yang lebih baik, tetapi janganlah kita merasa frustrasi ketika telah berulang kali berusaha tetapi tidak mendapat hasil. Begitupula janganlah kita menghalalkan segala cara guna mencapai tujuannya. Karena dibalik kegagalan, sesungguhnya ada hikmah yang berharga kalau diteliti lebih cermat, yaitu menyadari bahwa tidak ada segala sesuatu pun yang kebetulan karena semuanya telah dituliskan dalam buku kehidupan, termasuk kapasitas dan kemampuan diri kita.

Jalanilah hidup ini dengan jiwa yang besar. Dengan kebesaran jiwa ini, maka segala gangguan tidak akan berpengaruh pada jalannya hidup. Itu berarti kita siap menjadi orang besar, menjadi orang yang tidak goyang hanya karena hembusan angin.

Jika kita hanya menjadi pedagang ikan Teri, maka jadilah pedagang Teri yang baik. Bukannya tidak mungkin kita bisa menjadi juragan ikan Teri. Maka bekerjalah kita dengan enak, tetapi jangan seenaknya.

Masalah tercapai atau tidak tujuannya, itu urusan lain. Bukan berarti kita tidak perlu melihat tujuan, tetapi jangan sampai iming-iming materi menjadikan kita membenarkan cara apa saja untuk mencapai ambisi pribadi termasuk jalan yang merusak tatanan kemanusiaan. Tentu standard benar dan tidaknya itu menurut sang Pencipta yang termaktub dalam kitab-kitab suci. Karena kebenaran menurut manusia sangat subyektif dan cenderung berpihak.

Mengapa kita harus belajar dari perilaku binatang? Karena prinsip-prinsip yang diajarkan Nya tidak pernah bertentangan dengan hukum alam. Ia tidak pernah membimbing manusia dengan sesuatu yang tidak dapat dicerna oleh manusia sebagai sentral dari penciptaan. Jika ada ajaran yang mengatakan bahwa Tuhan memiliki Pengecualian dalam menunjukkan ke-maha sempurnaan Nya dengan menyajikan fenomena yang tidak masuk akal, itu berarti bukan ajaran Nya, tetapi cerita yang seperti itu berasal dari manusia yang mencoba untuk memkasakan ambisi pribadi dalam mendapatkan simpati dari orang yang mendengarnya.

Tuhan tidak pernah membuka peluang agar kucing bisa menjadi anjing, dan Ia tidak pernah membenarkan manusia mengambil alih fungsi Nya untuk mengatur manusia lain menurut kepentingan manusia.

Maka syukurilah apa yang kita peroleh dengan tidak melabrak prinsip-prinsip dasar kehidupan, tidak merusak peradaban. Jika merusak peradaban, maka pasti kita akan hancur karenanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar