Menurut logika,
penafsiran anda tidak masuk akal”.
“Anda hanya berpikir dengan logika sain, bukan dengan logika agama.”
Logika dapat diartikan sebagai cara pandang terhadap segala sesuatu yang
dihasilkan oleh pertimbangan akal pikiran manusia dan diungkapkan dengan kata
dan bahasa secara sistimatis untuk mencapai keteraturan.
Pertumbuhan logika sejalan dengan dinamika alam, karena logika merupakan sarana
manusia untuk mengambil pelajaran terhadap fenomena alam. Sedangkan alam adalah
batu pelajaran yang paling baik bagi manusia. Logika berpikir tidak dapat
dibantah karena ia memiliki referensi yang sangat besar yaitu alam.
Setiap manusia hidup dengan sarana alam. Minum, makan, berjalan, bekerja, semua
aktifitas senantiasa bersinggungan dengan alam. Tak ada satu manusiapun yang
dapat lepas dari sinergi dengan alam. Apabila ada, manusia itu akan sirna
digerus alam. Maka lahirlah istilah Logika Sain, yang melambangkan cara pandang
manusia untuk mencapai keteraturan berpikir dengan sarana hukum-hukum alam.
Agama adalah sebuah cara pandang untuk hidup dalam keteraturan dalam
hubungannya dengan manusia lain dan alam semesta. Agama bekerja dengan
bereferensi dari kitab-kitab suci yang penuh dengan bahasa abstrak. Kitab suci
yang diakui oleh orang-orang yang meyakininya sebagai perkataan Tuhan, wahyu
Tuhan.
Tuhan mengajarkan manusia agar taat kepada hukum alam, dan di dalam hukum alam
terdapat hukum-hukum Nya. Sehingga jika taat kepada hukum alam berarti bagian
dari ketaatan kepada hukum2 Nya. Tuhan tidak pernah mengajarkan prinsip hidup
yang berlawanan dengan hukum alam. Jika ada premis yang demikian, berarti Tuhan
sedang melawan hukum yang diciptakannya sendiri.
Tuhan tidak pernah melanggar hukum yang telah dibuat Nya sendiri. Karena sifat
hukum Tuhan tidak pernah berubah. Air akan menguap pada titik didih 100 derajat
celcius, maka tidak mungkin air tidak akan menguap pada suhu yang sama pada
momen yang lain. Siapapun, kapanpun, dan dimanapun, selama di dunia, hukum itu
akan berlaku pada air. Jika tidak, maka air itu sedang melakukan pembangkangan
kepada Tuhan, itu tidak mungkin terjadi. Demikian pula konsistensi hukum yang
berlaku bagi makhluk2 yang lainnya.
Logika agama bukan berarti cara pandang akan sesuatu yang tidak dapat dinalar
oleh logika sain, logika agama bukan kepercayaan, logika agama bukan sesuatu
yang tidak dapat dibuktikan. Tetapi ia merupakan ilmu yang memiliki kekuatan
untuk mengarahkan aktifitas manusia yang menggunakan logika sain. Maka logika
yang sering diklaim sebagai logika agama tidak pernah berlawanan dengan logika
sain, bahkan mereka harus menjadi sinergi yang integral, bukan saling
bermusuhan.
Jika ada kisah dalam kitab suci yang diklaim sebagai sesuatu yang tidak bisa
dinalar oleh logika sain, itu bukan kesalahan kitab suci maupun logika sainnya.
Melainkan karena kusamnya pemahaman tentang prinsip2 di dalamnya yang penuh
dengan bahasa hikmah. Sebuah bahasa yang memiliki nilai tertinggi dibalik yang
tertuang. Sebuah bahasa yang penuh dengan makna perumpamaan dan fragmentasi,
dipahami oleh manusia yang menggunakan sarana berpikir untuk menyikapi segala
sesuatu. Jika tidak menggunakan sarana berpikir, maka manusia akan terjebak
pada dogma-dogma yang menyulut arogansi akan klaim kebenaran dogma tersebut. Orang2 yang tidak mempercayainya dianggap kafir,
murtad, sesat, setan. Ungkapan itu sesungguhnya adalah bentuk frustrasi akan
kebuntuan pemikiran dari persilangan kedua logika tadi. Padahal ada hal yang
luhur dibalik kalimat2 dalam kitab suci yang tidak dilihat dengan mata insani,
tetapi hanya melihatnya dengan mata hewani. Dipahami hanya dalam arti
tekstualnya saja. “Sudah jatuh tertimpa tangga”, yang disikapi hanya
menghindari tangga, bukan makna dibalik kalimat itu.
Bagi orang yang memandang logika-sain sebagai “agama”, menganggap bahwa logika2
yang dipakai dalam agama tidak masuk diakal (tidak rasional), karena hal2 yang
dibahas menurutnya tendensi ke arah cerita2 yang utopis (khayalan) yang tidak
dapat dibuktikan dan diambil pelajaran oleh manusia.
Sedangkan bagi orang yang tercetak oleh paham agamis dogmatis, menganggap bahwa
tidak semua hal bisa dipahami oleh logika sain, tetapi ada logika agama yang
tidak dapat dinalar oleh logika sain. Seolah2 ada jurang antara logika sain
dengan logika agama. Lucunya, orang yang meyakininya -pada banyak kasus dalam
hidup- memakai logika sain, tetapi dalam urusan kepada Tuhannya memakai logika
agama yang notabene tak dapat dibuktikan kesejatiannya. Karena ada jurang
antara dunia sain dengan agama, maka sikap ini menghasilkan orang2 yang
hipokrit. Lain di bibir, lain dihati, lain pula di perbuatan. Mencetak orang2
yang menginginkan hasil yang instan. Mau kaya instan, mau terkenal instan, mau
sembako instan, mau jadi pemimpin instan, bahkan mau sembuhpun instan, walau
sang tabib adalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
Logika sain tidak pernah berlawanan dengan ilmu yang diajarkan Tuhan. Dan
logika agama tidak pernah menabrak logika sain. Ketika kita memandang dengan
jujur bahwa kedua logika itu berjalan pada arah yang sama, maka akan
menghasilkan daya nalar yang lebih luas, menumbuhkan pribadi2 yang besar hati,
pemaaf, tidak sombong, memandang segala sesuatu dengan lebih dewasa dan arif,
serta melahirkan pribadi yang mengasihi kepada yang lainnya untuk membangun
sebuah tatanan kehidupan yang lebih manusiawi,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar