08 April, 2013

Memperbudak Tuhan

“Ini miliku, kesayanganku, tidak ada orang yang boleh mengganggunya.”
“Anak itu adalah miliku, dia adalah darah dagingku, akan kuberikan segalanya demi dia.”
“Rumah itu adalah miliku, hasil keringatku selama bertahun-tahun, aku akan mempertahankannya jika ada yang ingin merampasnya.”

Rasa memiliki adalah sebuah rasa yang ada pada orang yang merasa telah berkarya atau mengusahakan sesuatu yang dicintainya. Rasa memiliki akan berkembang menjadi rasa mencintai dan menyayangi. Rasa itu terus tumbuh menjadi bentuk perlindungan yang amat kuat terhadap sesuatu yg dicintai. Bahkan pada banyak kasus, kecintaan itu bisa mengalahkan segala prioritas termasuk mengalahkan prioritas untuk mematuhi perintah dan larangan sang Pencipta.

Ia berani menggelapkan dana yang tersedia demi kelangsungan sekolah dan kemapanan ekonomi dari anak dan istrinya.
Ia rela menjatuhkan kapasitas intelektualnya demi mencapai paripurna kehidupan materialistik.
Ia sanggup menipu orang-orang yang memilihnya menjadi pemimpin demi naiknya taraf hidup terhormat yang amat diidamkannya, bahkan dengan kulit agamis.

Rasa memiliki yang tumbuh ini sesungguhnya adalah hasil cetakan hawa nafsu manusia. Sebuah daya tarik yang bernilai rendah yang dampaknya merusak segala sesuatu, sehingga manusia terjerembab ke dalam kubangan kehinaan. Tuhan tidak pernah mengajarkan manusia untuk memupuk rasa memiliki sesuatu apapun, tetapi yang diajarkan Nya adalah Prinsip Amanah, bagi kepentingan Nya. Sebuah kepentingan yang akan membawa kedamaian dan keharmonisan bagi umat manusia.

Tanpa disadari, rasa kepemilikian ini telah berkembang menjadi sebuah sistim hidup, yaitu sistim kepemilikan. Hal ini terjadi karena dimulai semenjak sekolah, bekerja, menikah, yang diasah adalah bagaimana caranya memiliki sesuatu. Baik itu kepandaian, harta, titel, kehormatan, maupun kemapanan dalam mencari pasangan hidup. Walhasil tercetaklah figur-figur yang merasa gundah jika tidak mencapainya. Merasa akan kiamat kalau tidak mendapatkannya. Bahkan merasa bahwa materi menjadi yang dapat menghidupi diri dan keluarganya. Padahal para pujanga pernah berpesan: Mengejar materi itu bagaikan meminum air laut. Semakin diminum, maka semakin hauslah ia. Semakin mendapatinya, maka semakin buaslah ia dalam menggalinya.
Semakin memilikinya, maka semakin tidak tenang hidupnya. Ini karena karena kekhawatiran perniagaannya yang besar akan merugi, takut ditipu orang-orang disekitarnya, takut jika hartanya habis maka akan menyengsarakan diri dan keluarganya. Kehidupannya dihantui Paranoid akan kemapanan materialistik.

Apakah materi yang membuat manusia hidup? Apakah penghormatan yang membuat seseorang menjadi mulia? Apakah banyaknya pengikut yang dapat mengangkat harkat dan martabat?
Tidak, karena itu semua bukan yang menghidupi manusia, tetapi itu direka agar manusia menjadikannya sebagai jembatan untuk mengabdi sesuai dengan cetakbiru Nya. Setiap saat manusia bisa kehilangan apa yang dicintainya. Ketika nyawa dicabut, akan lenyaplah semua yang dipeliharanya. Sedangkan tidak ada satu manusiapun yang tahu kapan nyawanya akan dicabut.

Tetapi, betapa banyak orang hari ini yang memperlakukan itu semua dengan polaritas yang terbalik. Betapa banyak orang yang menjadikan Tuhan untuk mendapatkan materi. Tidak sedikit orang yang melakukan aktivitas spiritual agar diberikan hal-hal materialistik. Dengan kata lain, betapa banyak orang yang memperbudak Tuhan bagi kepentingan diri dan golongannya. Tentu sebagai majikan, Ia akan murka terhadap manusia yang memperlakukan Nya demikian. Ia akan mengutuk manusia yang durhaka. Sudah diciptakan, dirawat, dipandaikan, tetapi malah mencoba menjadi pengatur manusia lain, bahkan mengatur Tuhan.
Sikap ini akan menjelma menjadi meremehkan prinsip-prinsip hidup naturalistik. Ia akan merusak alam bagi kepentingannya. Ia akan memperalat orang lain demi keteguhan posisinya. Ia akan menggunakan segala cara agar dapat bertengger menjadi kusir bagi rakyat jelata.

Jika sikap hidup manusia yang ada tumbuh subur seperti itu, maka yakinlah, bahwa alam akan marah terhadap keberadaan manusia. Ia akan mendatangkan berbagai fenomena yang tidak terduga dan mengancam keselamatan manusia. Hewan tidak rela ketika dipotong manusia dan mengeluarkan penyakit serta racun bagi yang mengkonsumsinya, karena majikannya sudah tidak digubris manusia. Itu semua terjadi karena manusia sudah melupakan fungsi dirinya sebagai pengabdi. Dan itu semua karena Tuhan telah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar