Setelah kaya, maka akan kusumbangkan sebagian kekayaanku untuk derma sosial, untuk orang miskin, anak cacat, orang jompo, dan orang-orang lain yang membutuhkan. Aku akan dirikan tempat-tempat ibadah sebagai investasiku setelah mati. Aku akan mendirikan sebuah sarana yang jika aku mati nanti, maka aku akan terus mendapatkan ganjaran yang tak terputus. Aku yakin orang-orang yang beribadah di tempat yang aku dirikan akan mendoakanku walau aku telah tiada. Maka aku punya royalti bagi amalanku di dunia.
Jikalau aku berbuat kesalahan dalam mencari kekayaan, jikalau aku menganiaya seseorang, jikalau aku berbuat curang dalam usaha, jikalau aku mencuri hak orang lain, bahkan jikalau aku menghilangkan nyawa seseorang baik langsung maupun tidak, aku yakin investasiku tadi dapat menyelamatkanku ketika perhitungan amal setelah mati. Mungkin kesalahanku besar, perbuatanku kejam, tindakanku berlebihan, tapi itu hanya sesaat, tidak berlanjut. Dan jika dibandingkan dengan investasiku yang terus berjalan upahnya, maka walaupun dosaku yg sesaat itu besar, aku yakin itu akan terkalahkan timbangannya dengan amalanku yang terus bertambah sampai hancurnya kiamat nanti.
Apalagi sudah kupersiapkan sebuah tim sukses yang bertugas untuk mendoakanku ketika aku telah tiada. Aku akan beri mereka kompensasi melalui orang yang akan kupercayai untuk menangani sejumlah hartaku. Orang-orang yang kubayar untuk mendoakanku akan kudandani rapi. Bajunya dari sutera, celananya dari bahan kualitas wahid, saputangan untuk menyeka airmatanya -karena menangis mendoakanku- adalah buatan luar negeri yang amat nyaman dipakai. Sehingga orang itu akan sering menangis untuk mendoakanku, semakin serius mengirim doa bagiku. Aku yakin ganjaranku akan menggunung, berlimpah tak terhitung.
Maka akan mudah aku menapakan kakiku di sorga loka yang konon indah mempesona. Aku akan berenang di kolam susu yang melimpah ruah. Sementara puluhan gadis-gadis belia yang setengah telanjang melambai-lambai memintaku untuk menepi. “Baaang, sini baaang…”. Gadis itu selalu muda dan selalu perawan. Ah bukan main…. aku akan berkali-kali menemukan kenikmatan dan kenyamanan bersama gadis-gadis muda belia itu. Aku pernah melihat pemilik majalah Playboy yang sudah tua tetapi dikelilingi oleh gadis-gadis cantik, itu belum seberapa…. Karena gadis-gadis itu pasti akan mengalami tua dan mati. Sedangkan gadis-gadisku tidak akan tua, tetap berumur belasan walau aku sudah menetap disana selama ratusan tahun. Oh… betapa indahnya hidupku ini…
Paripurna pencapaian materialistik adalah sesuatu yang melekat pada diri manusia semenjak lahir di bumi. Ia sudah ada semenjak badan fisik ini ada. Ketika bayi lahir, pertama-tama yang dicari adalah puting susu ibunya. Ia akan menangis dengan hebat jika tidak mendapatkan air susu ibu atau yang setara dengannya. Keinginan pencapaian materialsitik adalah sesuatu yang alamiah ada bagi keberadaan manusia. Maka banyak orang yang menangis meraung-raung dikala kehilangan kekuasaannya terhadap benda.
Materi memang amat menggoda keteguhan manusia dalam bersikap. Ia dapat mengalihkan konsentrasi manusia dari segala sesuatu. Ia dapat menggoda seorang yang intelek dan edukatif menjadi buas sebagaimana serigala. Ia dapat mengubah nilai manusia dari seorang yang berakhlak mulia menjadi beringas tak terkendali. Bahkan materi bisa menjadikan manusia menjual prinsip-prinsip dasar kehidupan yang dikarang oleh Sang Pencipta menjadi layaknya buah kedondong. Halus diluar, tetapi menyakitkan ketika ditelan dalamnya. Jika ia dirundung kesulitan materi, ia akan bertindak jahat, menganiaya orang lain, hipokrit, semata-mata untuk terpenuhinya ambisi pencapaian materi yang diinginkan. Maka orang itu tidak ubahnya berbadan manusia, tetapi isi kepalanya lebih rendah dari hewan yang tega memakan saudaranya sendiri.
Apakah ini berarti harus menghindari materi? Jawabannya tidak, karena materi adalah SARANA untuk melaksanakan fungsinya sebagai alat bagi terwujudnya sebuah atmosfir kehidupan yang ditata dengan peluru dari langit, sebuah keteraturan yang tidak saling merusak. Yang namanya sarana sama dengan jembatan, ia akan membantu kita untuk menyeberangi jurang dan sungai. Tetapi bukan terpaku pada satu jembatan saja, tetapi masih banyak jembatan lain yang akan dapat membantu untuk menyeberang. Ini akan membuka wawasan bahwa tidak pantas untuk saling bersitegang atau berselisih hanya demi memperebutkan sebuah jembatan. Karena tujuan kita berjalan bukan untuk mendapatkan jembatan, tetapi untuk bisa sampai kepada sebuah tempat yang ada di seberang. Lihat bagaimana planet-planet bersinergi satu dengan yang lainnya, bagaimana hewan memelihara kesimbangan rantai makanan dan ekologi, bagaimana tumbuh-tumbuhan hidup untuk memberi ruang bagi makhluk lainnya. Tak ada satupun aktifitas mereka yang bertujuan untuk membasmi makhluk lain, melainkan itu semua justru untuk kelangsungan hidup habitat sekitarnya.
Mengapa harus saling sikut-menyikut hanya karena ambisi materialistik. Mengapa harus menekan urat untuk dipatuhi perintahnya. Mengapa memperalat akar rumput untuk diangkat sebagai pemimpin. Jika materialistik yang menjadi acuan utama dalam hidup, maka yakinlah bahwa bumi akan semakin panas, manusia akan mudah terpancing keberingasannya hanya karena uang tak seberapa, manusia akan berinofasi untuk menipu manusia lain, akan lahir manusia-manusia yang lidahnya “bercabang dua”. Manusia akan memfilter segala sesuatu menurut kadar kebutuhan materinya saja, bukan memakai filter Sang Juragan, tetapi filter egosentrisnya saja.
Coba renungkan sebelum berangkat mengerjakan segala sesuatu: Bahwa keberadaan kita di dunia ini bukan karena kebetulan, bukan –sesempit- karena tumpahan birahi orang tua. Baik posisi sebagai eksekutif, direktur, pekerja lapangan, rakyat jelata, itu semua diperuntukan untuk menjadi alat bagi terwujudnya misi dari Sang Pencipta. Menjadi elemen yang penting terhadap makro sistim yang berasaskan ketaatan, bukan pembangkangan pada aturan Sang Pencipta. Bahwa ada sebuah sistim kehidupan naturalistik yang dapat mengatur manusia dan makhluk lainnya agar menjadi sebuah tatanan yang harmonis. Sebuah sistim kehidupan dari langit yang pasti, bukan sistim dari bumi yang nisbi dan spekulatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar